Denpasar (ANTARA) - Prosesi panjang Pemilihan Umum 2024 hampir usai. Satu per satu provinsi ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI hingga akhirnya mereka mengumumkan hasil keseluruhan.
Salah satunya di Bali. Tak butuh waktu lama bagi KPU RI mengetok palu pleno terhadap hasil kerja penyelenggara KPU di daerah.
Banyak yang berbeda pada Pemilu 2024 di Bali dibandingkan dengan hasil pemilu terdahulu, salah satunya kemenangan calon presiden yang bukan diusung oleh partai penguasa hingga keberhasilan partai politik lain menggerus kursi milik petahana.
Kampus sebagai salah satu elemen yang berperan dalam mengawal pesta demokrasi banyak bergerak sepanjang proses demokrasi. Beragam aspirasi disuarakan, namun ketika Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengetok palu di tangannya pada 10 Maret lalu, terlihat tak ada perdebatan keras yang muncul.
Tokoh kampus cum perempuan Bali pertama dengan gelar doktor ilmu politik di Pulau Dewata Kadek Dwita Apriani menilai kondisi "adem" ini lantaran ada penerimaan yang baik di masyarakat.
Di Denpasar, ia menuturkan tragedi amuk massa akibat kekalahan Megawati Soekarnoputri sebagai Calon Presiden pada Pemilu 1999 memiliki histori yang berbeda dengan kondisi saat ini.
Penerimaan masyarakat Bali
Analis politik tersebut mengatakan penerimaan masyarakat atas hasil Pemilu 2024 sudah terlihat sejak sepekan setelah proses pemungutan suara Pemilu 2024 pada 14 Februari lalu.
Seminggu pertama, masyarakat Bali aktif memantau kanal KPU. Namun, ketertarikan mereka mulai menurun sejak rangkaian hari raya dimulai, dari Hari Raya Galungan, Kuningan, hingga Nyepi, yang membuat mereka tak bisa larut dalam pesta demokrasi.
Fanatisme terhadap satu partai politik, dalam hal ini PDI Perjuangan, tidak menunjukkan gejolak yang sama seperti tahun 1999 silam.
Dwita menyebut reaksi yang timbul jauh berbeda. Aksi amuk massa saat itu tidak menunggu waktu lama, sementara hingga hari ini, Bali baik-baik saja setelah KPU RI resmi mengumumkan duet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang Pilpres 2024.
Data KPU Bali menunjukkan sebanyak 83,3 persen pengguna hak suara menggunakan hak pilihnya, jumlahnya 2.740.692 dari 3.269.516 pemilih yang dapat menggunakan suara.
Untuk pemilihan presiden dan wakil presiden, ada sebanyak 2.681.007 suara yang sah dan 59.685 suara tidak sah.
Suara pemilu di Bali itu kemudian memenangkan pasang Calon Presiden-Wakil Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat, PBB, Partai Gelora, dan Partai Garuda.
Mereka berhasil mengambil hati 1.127.134 pemilih, sementara calon yang diusung partai penguasa (PDIP) di Bali yaitu Ganjar Pranowo-Mahfud Md. harus puas dengan jumlah 1.454.640 suara, disusul Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan 99.233 suara.
Pada pemilu legislatif, justru situasi berputar. PDI Perjuangan tetap menunjukkan dominasinya dengan meraih 52,46 persen suara pada pemilihan DPR RI sehingga mengantongi lima kursi menuju Senayan.
Lima kursi diisi kader Megawati Soekarnoputri, sedangkan empat kuota lain diisi partai yang beragam mulai dari Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan Partai NasDem.
Satu dari mereka berhasil menggeser satu kursi yang dahulu milik partai moncong putih, dan satu lainnya menyingkirkan petahana partai beringin.
Pengamat tersebut meyakini dengan partisipasi pemilu sebesar itu dan roda ekonomi yang harus terus berjalan, sangat kecil potensi gerakan penolakan besar-besaran.
Terbukti tak ada masyarakat yang mengelak kalau mereka mencoblos calon presiden atau caleg dari luar PDI Perjuangan.
Warna warni politik
Salah seorang warga kampus Universitas Udayana ketika diwawancara menyatakan bisa menerima hasil Pemilu 2024, meskipun dengan catatan.
Mahasiswa FISIP Udayana bernama I Gusti Ngurah Bagus Dicky itu menilai ragam partai politik yang mendapat kursi menjadi hal menarik.
Sebagai bagian dari masyarakat dan mahasiswa, Dicky menilai dinamika politik di Pulau Dewata menarik untuk dipelajari setelah adanya perubahan konstelasi ini.
Sejak tahapan awal Pemilu 2024 bergulir, ia dan rekan-rekannya di lingkungan FISIP Udayana aktif mengikutinya, bahkan menyuarakan ketika ada proses yang dianggap cacat dan perlu diperbaiki.
Namun, ketika hasil dibacakan, sebagai mahasiswa, mereka harus menerima dan menghargai bahwa pemenang dari pemilihan presiden maupun pemilihan anggota legislatif adalah hasil suara masyarakat Bali yang harus diakui.
Hasil Pemilu 2024 yang tidak lagi memenangkan presiden dari partai penguasa -- bahkan dominasi suara mulai menurun -- ini tak ingin dibiarkan begitu saja karena bisa dijadikan kajian akademik.
Mahasiswa FISIP Universitas Udayana berencana melakukan kajian terhadap hasil keseluruhan yang dibacakan KPU RI.
Lantaran warna warni pengisi kursi legislatif tidak hanya terjadi di parlemen nasional -- yang memberi rekor bagi Partai Gerindra dan Partai NasDem di Bali pecah telur namun juga daerah -- salah satunya di DPRD Denpasar yang memberikan Partai Gelora satu kursi.
Penambahan dan pengurangan jatah hasil dari pilihan rakyat terjadi di DPRD Bali dan kabupaten/kota, menurut dia, merupakan keputusan akhir yang harus diterima karena masyarakat tidak dapat terus terpecah.
Warga kampus lainnya yang aktif dalam organisasi mahasiswa di Bali menilai bahwa kondisi tersebut menarik dikaji.
Hasil pemilihan yang bisa membentuk pemerintahan dengan hadirnya oposisi adalah hal yang baik. Merosotnya dominasi sebuah partai melahirkan kontrol kekuasaan agar selalu berderap mendengar suara rakyat banyak.
Kelompok mahasiswa sebelumnya aktif menggelar aksi yang menuntut proses pemilu agar berjalan di jalur yang benar, namun aksi yang saat ini dirangkai mahasiswa ditegaskan tidak untuk mengubah hasil.
Mahasiswa Bali tidak ditunggangi salah satu peserta pemilu. Beragam proses yang berjalan tidak baik dari segala jenis pemilihan dijadikan evaluasi dan akan disampaikan melalui aksi.
Pemilu memang usai dan hasil dapat diterima warga Bali. Namun mereka tetap akan bersuara memberi masukan demi proses politik yang lebih baik.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024