Denpasar (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Kamis menjatuhkan vonis penjara selama empat tahun enam bulan (4,5 tahun) terhadap terdakwa I Ketut Arik Wiantara (53), dokter gigi yang mengaborsi puluhan janin.

Dalam amar putusannya pada sidang di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis, Ketua Majelis Hakim I Gusti Ngurah Agung Aryanta Winawan menyatakan terdakwa dokter Arik secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan aborsi terhadap 20 janin terhitung sejak tahun 2020 hingga Mei 2023.


"Menjatuhkan pidana terhadap dokter I Ketut Arik Wiantara, SKG berupa pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan," kata Majelis Hakim.

Dalam pertimbangan hakim, ada unsur kesengajaan ketika terdakwa dokter Arik melakukan tindakan aborsi terbukti dari penyiapan sejumlah peralatan yang digunakan terdakwa dalam aborsi ilegal. Selain itu, dokter Arik juga pernah dua kali terlibat dalam kasus yang sama dan sudah pernah dihukum penjara.

Hakim memutuskan perbuatan terdakwa melanggar Pasal 194 jo Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang telah diubah dan ditambah dalam Pasal 428 ayat (1) huruf a UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Kesehatan.

Putusan hakim tersebut lebih rendah setengah tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum dimana dalam tuntutannya, JPU meminta terdakwa dihukum 5 tahun penjara.

Namun demikian, JPU tidak menyatakan keberatan terhadap putusan majelis hakim tersebut.

Terdakwa dokter Arik pun hanya bisa pasrah mendengar pembacaan putusan tersebut. Dia pun menerima putusan itu.

Usai sidang, Dokter Arik mengungkapkan bahwa dirinya tidak akan pernah mengulangi lagi perbuatannya di kemudian hari.

"Saya tidak akan mau mengulangi lagi walaupun pun orang nangis-nangis datang ke saya, saya akan tolak," kata dia.

Dokter Arik mengaku hatinya tergerak karena banyak pasien yang datang kepadanya masih berusia sekolah. Bahkan, ada orang tua pasien yang mengancam akan minum racun jika tidak dilayani olehnya untuk menggugurkan kandungan anaknya.

Praktik aborsi ilegal terdakwa dokter Arik terbongkar saat penyidik Polda Bali menerima informasi ditemukan ada ulasan internet tentang praktik terdakwa di Gang Bajangan, Jalan Raya Padang Luwih, Kelurahan Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.

Setelah ditelusuri, kemudian penyidik Polda Bali menyamar sebagai seorang pasien aborsi pada Senin (8/5/2023).

Setelah diterima oleh petugas kebersihan yang bekerja di tempat praktik sang dokter, aparat pun melakukan penggerebekan. Saat itu didapati ada seorang pasien berinisial NI tak sadarkan diri yang didampingi sang pacar berinisial PW di lantai ruang pemeriksaan.

Dokter Arik juga berada di ruangan tersebut bersama sang istri. Terdakwa waktu itu mengakui baru saja melakukan tindakan aborsi terhadap NI.

Dokter Arik yang pernah dua kali dibui atas kasus yang sama itu mengatakan tarif yang dibayarkan pihak pasien sebesar Rp 3,8 juta. Setelah dilakukan penggeledahan lebih lanjut, diketahui ruang tempat aborsi berisi meja pendaftaran pasien, satu unit tempat tidur, USG atau alat bantu pemeriksaan kandungan.

Selain itu, terdapat meja kecil dengan obat-obatan dan peralatan aborsi, serta beberapa bandel resep dan cap stempel atas nama terdakwa. Dalam handphone dokter Arik juga ada percakapan dengan orang-orang yang melakukan aborsi. Dari buku pendaftaran pasien, penyidik menemukan sekitar 1.338 nama pasien yang pernah datang dan meminta bantuan dokter Arik untuk menggugurkan kandungan.

Dari pemeriksaan secara mendalam, terungkap pula bahwa terdakwa tidak memiliki keahlian ataupun izin dalam praktik kedokteran di bidang aborsi.

Terdakwa yang sejatinya memperoleh ijazah Sarjana Kedokteran Gigi, tidak pernah terdaftar pada organisasi profesi kedokteran atau Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Baca juga: Jaksa dakwa dokter aborsi ilegal terancam hukuman 12 tahun penjara
Baca juga: Polda Bali serahkan tersangka dokter aborsi ilegal kepada kejaksaan
Baca juga: Polda Bali: Tersangka dokter gigi buka praktik aborsi tak masuk PDGI
Baca juga: Dokter: Aborsi ilegal bisa akibatkan pembusukan di dalam tubuh

Pewarta: Rolandus Nampu
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024