Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar-bank Jakarta, Rabu pagi, turun tipis tiga poin menjadi Rp9.098/9.100 per dolar AS dibanding posisi penutupan hari sebelumnya pada Rp9.095/9.100, karena pelaku pasar menunggu pidato Presiden mengenai Nota Keuangan tahun 2007. "Jadi koreksi harga terhadap rupiah dinilai wajar, karena aktifitas pasar masih lesu, dan pelaku saat ini sedang memfokuskan perhatiannya pada Pidato Presiden mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2007," kata analis Valas PT PaninBank, Jasman Ginting, di Jakarta, Rabu. Menurut dia, apabila APBN 2007 itu lebih baiik dibanding tahun lalu, maka ini menunjukkan bahwa pemerintah optimis pertumbuhan ekonomi nasional akan makin berkembang dengan baik. Pertumbuhan ekonomi saat ini masih tergantung oleh faktor eksternal, seperti harga minyak mentah dunia yang terus meningkat hingga berada di level 75 dolar AS per barel, katanya. Rupiah, lanjutnya, seharusnya dapat bergerak naik mengingat dolar AS di pasar global selama dua hari melemah terhadap yen, akibat kekhawatiran para pelaku bahwa ekonomi AS masih berjalan melambat. Karena itu rupiah diperkirakan akan kembali menguat menjelang akhir tahun ini bisa meliwati angka batas psikologis Rp9.000 per dolar AS, katanya. Ia mengatakan angka pembelanjaan ritel AS pada Juli 2006 masih menunjukkan angka yang cukup kuat yang mengalami kenaikan sekitar 1,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi AS masih belum melemah. Untuk itulah bank sentral AS (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunganya menjadi 5,50 persen atau naik 25 basis poin dari sebelumnya 5,25 persen yang kemudian akan dihentikan, katanya. Mata uang lokal itu, menurut dia, akan kembali bergerak naik, setelah penyampaian APBN 2007 memberikan nilai positip yang cukup kuat sehingga menembus level Rp9.000 per dolar AS. "Kami optimis rupiah akan bisa mencapai level tersebut, bahkan jauh di bawah level itu yang didukung dengan masuknya investor asing ke dalam negeri, setelah dilaporkan investasi asing merosot 0,9 persen, katanya. (*)
Copyright © ANTARA 2006