Mataram (ANTARA) - Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nusa Tenggara Barat, Muh Akri berharap akan ada keajaiban menanti menyusul rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional partai berlambang Ka'bah itu tak lolos ambang batas parlemen empat persen.
"Terkait keputusan rapat pleno KPU malam ini. Mudah-mudahan ada keajaiban," kata Akri menanggapi hasil Rapat Pleno KPU RI dihubungi dari Mataram, Rabu.
Akri mengaku membenarkan dan tidak menyangka partai yang dinaunginya tak lolos ambang batas parlemen empat persen dari suara sah secara nasional atau minimal 25 persen dari total suara sah di satu provinsi.
"Iya begitulah," ujarnya.
Sampai berakhirnya pleno rekapitulasi suara, suara PPP mentok di angka 5.878.777 atau 3,87 persen. Artinya minus sekitar 200-an ribu lebih suara.
"Harus cari 0,22 persen atau 200 ribu lebih suara baru bisa penuhi 4 persen," terangnya.
Akri menyatakan DPW PPP NTB tidak bisa banyak berkomentar. Sebab urusan tersebut menjadi ranah DPP PPP. Di NTB ini pihaknya telah menyumbang suara elektoral terbilang besar.
Untuk Dapil NTB II (Pulau Lombok) suara PPP tembus 173.716 suara. Raihan suara ini jauh meningkat dibanding Pemilu 2019 yang hanya di angka 60-an ribu. Bahkan PPP berada di kursi delapan besar. Belum lagi Dapil NTB I (Pulau Sumbawa) meski belum masuk tiga besar dari jumlah kursi DPR RI yang tersedia.
"NTB maksimal memberikan suara. Kemudian kalau tidak masuk PT berarti urusan Dapil provinsi lain," kata Ketua Fraksi PPP DPRD NTB itu.
Pihaknya belum mengetahui penyebab pasti. Termasuk apakah efek Pilpres atau tidak.
"Ini masalahnya tidak tahu ini apa efek Pilpres atau apa. Mungkin efek Pilpres bisa jadi," ujarnya.
Namun demikian, Akri lagi-lagi menegaskan urusan PT ini sepenuhnya menjadi ranah pusat.
"Tapi masih ada langkah lain. Ini ranah DPP bagaimana PT ini bisa masuk. Apakah gugat di MK atau seperti apa," terangnya.
Meski demikian lanjutnya apabila dianggap ada kesalahan. Masih ada ranah yang harus dilalui yakni melaporkan gugatan di MK.
"Tapi ini menjadi urusan DPP," katanya.
Sementara itu KPU NTB juga membenarkan bahwa PPP tidak tembus PT empat persen. Hal tersebut berdasarkan rekapitulasi KPU RI yang telah selesai.
"Iya (benar) begitu hasil rekapitulasi nasional," ungkap Anggota KPU NTB, Agus Hilman.
Hilman membenarkan dari data KPU sendiri PPP mentok di angka 3,87 persen.
"Iya itu data betul," katanya singkat.
Dengan tidak lolos PT maka semua Caleg DPR RI dari PPP yang meraih suara terbanyak gagal duduk di kursi Senayan. Terhadap hal itu Hilman mengatakan belum bisa dipastikan tidak dapat duduk sebagai wakil rakyat di DPR RI.
"Belum dapat dipastikan (tidak bisa duduk). Saat ini KPU baru menetapkan perolehan suara. Nanti menunggu hasil setelah ada gugatan atau tidak di MK dan menunggu putusan MK jika ada gugatan, baru kemudian dapat penetapan perolehan kursi dan calon terpilih," terang Hilman.
Dalam hal ini peserta pemilu masih ada ruang melakukan atau tidak melakukan gugatan di MK.
"Undang-undang memberikan ruang itu. Jadi kepastiannya setelah ada atau tidak gugatan di MK atau setelah putusan MK terhadap jika ada sengketa pemilu," katanya.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat nasional untuk 38 provinsi meliputi Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI, Pemilu Anggota DPR RI dan Pemilu Anggota DPD RI pada pukul 19.09 WIB.
Untuk partai politik perolehan suara tertinggi di raih di peringkat pertama PDIP, disusul kedua Partai Golkar, ketiga Partai Gerindra, keempat Partai PKB, kelima Partai NasDem, keenam PKS, ketujuh Partai Demokrat, dan PAN di tempat kelima.
Sementara PPP dan PSI, Perindo, Partai Gelora, Hanura, Partai Buruh, Partai Ummat, PBB, Garuda, dan PKN dipastikan tidak lolos ke DPR RI. Perolehan suara mereka di Pemilu 2024 tak sampai ambang batas parlemen 4 persen. Khusus untuk PPP menjadi satu-satunya partai petahana yang tidak masuk kembali ke DPR.
Baca juga: PPP akan gugat hasil rekapitulasi nasional KPU
Baca juga: PPP: Ada dorongan jadi oposisi untuk pemerintahan baru
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024