Jakarta (ANTARA News) - Sejarawan dari Universitas Indonesia Anhar Gonggong mengatakan revitalisasi Pancasila sangat diperlukan lantaran selama ini nilai-nilai dari Pancasila belum semua bisa dilaksanakan dengan baik.
"Saya tanya, `Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia` sudah tercapai atau tidak? Jadi, revitalisasi itu sangat diperlukan," kata Anhar usai Seminar PPSA XIX/19 "Revitalisasi dan Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Guna Membentuk Karakter Bangsa dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional" di Gedung Lemhannas RI, Jakarta, Kamis.
Dalam merevitalisasi Pancasila itu, semua pemangku kepentingan di Indonesia harus ikut berperan serta termasuk partai politik (Parpol).
"Tanya ke pemerintah apa yang sudah dilakukannya, tanya ke partai politik apa yang sudah dilakukan, karena tujuan parpol kan bukan hanya sekedar berkuasa, malah seharusnya mereka juga menyosialisasikan apa itu Pancasila," tutur Anhar.
Di tempat yang sama, Gubernur Lemhannas Budi Susilo Soepandji mengatakan saat ini terus terjadi ancaman-ancaman berupa `soft power` yang ingin merusak Pancasila. Oleh karena itu, perlu pemikiran yang strategis dan Lemhannas perlu merevitalisasi pemahaman tentang Pancasila.
Menurut Budi, meski Pancasila mengalami rongrongan luar biasa, namun berdasarkan kajian Lemhannas dan lembaga survei, Pancasila masih merupakan pemersatu bangsa.
"Meski bentuknya masih berupa ekspresi, namun yang mencintai Pancasila cukup besar," ucapnya.
Menurut Budi, revitalisasi pemahaman Pancasila bukan merupakan suatu indoktrinasi yang hanya diperuntukkan bagi Lemhannas, TNI, dan Polri. Perlu kajian strategis untuk merevitalisasi Pancasila dengan melibatkan berbagai pihak, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama.
"Lembaga dunia pendidikan dan tokoh agama harus ikut membantu melakukan sosialisasi dan memberikan contoh mengamalkan Pancasila," katanya.
Panitia pengarah PPSA XIX Inspektur Jenderal Idza Fadri mengharapkan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) terkait revitalisasi Pancasila, tetapi Perpres tersebut sifatnya bukan indoktrinasi.
"Kita upayakan di jajaran eksekutif dulu. Setelah di jajaran eksekutif, diharapkan seluruh komponen bangsa mengikutinya," katanya.
(S037/S024)
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013