Tak ada yang membantah posisi sentral pendidikan dalam pembangunan. Semua sepakat bahwa mutu pendidikan harus terus ditingkatkan. "Kita melihat ke depan mutu SDM harus diperbaiki, salah satunya lewat pendidikan. Untuk itu apa pun yang berhubungan dengan pendidikan harus mendapatkan kemudahan pajak," kata Drs. Iman Santoso, M.Si, dosen Universitas Indonesia Jurusan Administrasi Fiskal, bidang pajak.

Untuk itu Iman menilai porsi 20 persen anggaran pendidikan dalam APBN sebagai tepat. Dia mengapresiasi sumbangsih pajak untuk pendidikan, dengan antara lain menyebut sekolah gratis berdana BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

"Beberapa sekolah telah dibangun lebih representatif. Itu sudah ada kemajuan. Dari segi kurikulum, sudah banyak perbaikan," kata Iman, lalu mencontohkan Universitas Indonesia yang disebutnya terus menyesuaikan diri dengan kebutuhan lapangan, berkat dukungan dana pajak.

Namun pembangunan bidang pendidikan tidak hanya menyangkut infrastruktur pendidikan, namun juga kurikulum, termasuk sumber daya. Dalam soal ini kontribusi dana pajak ternyata sungguh besar. "Sebetulnya, kalau bicara kontribusi pajak untuk pendidikan sudah banyak. Pertama, pajak memungkinkan adanya fasilitas untuk kemajuan pendidikan," kata Iman. Di antara indikatornya adalah pengadaan buku pelajaran yang termasuk kategori barang strategis sehingga masuk fasilitas PPN tak dipungut. "Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, juga menjadi perhatian pajak," sambung dia.

Kedua, pajak juga memberi keleluasaan kepada institusi pendidikan berlaba, berupa penangguhan pengenaan pajak selama empat tahun. Iman menganggap institusi pendidikan yang memiliki dana berlebih atau surplus, mesti diperbolehkan menggunakan kelebihan itu untuk membangun infrastruktur. Di sini, pajak berperan dengan menyuntikkan insentif berupa penundaan pembayaran pajak dengan catatan surplus digunakan untuk kegiatan yang menunjang pendidikan. "Misalnya untuk bangun gedung, prasarana, asrama," kata Iman.

Namun Iman berhati-hati dengan ide penambahan porsi dana pajak dalam APBN untuk sektor pendidikan. "Harus dibuat skala prioritas karena tugas pemerintah banyak, namun apa pun yang berhubungan dengan pendidikan seharusnya diberi kemudahan pajak," kata dia.

Iman menilai peran pajak dalam pembangunan nasional amat instrumental. Pajak sendiri memiliki dua fungsi penting, yaitu budgeter untuk mengisi pundi-pundi APBN, apalagi dewasa ini penerimaan negara dari pajak mendominasi struktur APBN. Fungsi berikutnya adalah pengatur, misalnya kebijakan PPnBm untuk menekan konsumsi barang mewah seperti mobil. "Dari definisi itu sudah jelas pajak adalah iuran yang sifatnya memaksa dan tidak mendapatkan kontraprestasi langsung seperti pada retribusi," kata Iman.

Namun Ketua Bidang Kerjasama Tax Centre Universitas Indonesia ini menilai pemanfaatan dana pajak dari APBN untuk sejumlah sektor belum optimal. "Mungkin agak susah karena harus pula mengawasi APBN. Bisa jadi penyerapan APBN belum 100 persen, belum optimal. Kadang itu bukan karena pajaknya tidak dibayar, tapi penyerapan APBN yang belum kesampaian. Penggunaan APBN harus dioptimalkan," tegas Iman.

Namun untuk kebanyakan sektor penerima manfaat dana pajak, Iman melihat pajak telah membantu meningkatkan sektor-sektor itu, meskipun pada beberapa sektor seperti pangan, penyerapan dana pajak mesti terus ditingkatkan. "Perlu dijaga ketahanan pangan kita. Jangan sampai kebanyakan impor. Kalau bisa, kita produksi sendiri. Perhatikan pula kebutuhan papan," kata dia. Iman mengakui pemerintah memang mempedulikan pengadaan kebutuhan perumahan memadai seperti rumah susun murah yang didapat dari fasilitas pajak.

Tapi jangan lupakan pula upaya menjaga penyerapan dana pajak supaya tepat sasaran. Ini menyangkut sistem pengawasan. Iman memang mengapresiasi sistem pengawasan alokasi pajak sebagai lebih komprehensif karena melibatkan pula DPR, masyarakat dan media, termasuk KPK, sementara otoritas pajak sendiri memiliki KPP. Namun dia menggarisbawahi optimalisasi pengawasan, antara lain dengan menyelaraskan kriteria optimal, sehingga tak ada kesenjangan dalam menilai efektivitas program.

Iman juga menilai distribusi pajak oleh kementerian dan lembaga perlu diawasi demi meningkatkan kemanfaatan pajak. "Di luar itu juga perlu intensifikasi dan ekstensifikasi pajak karena tax ratio kita masih rendah," sambung Iman sembari menunjuk Malaysia yang memiliki tax ratio 20 persen, sementara Indonesia baru belasan persen. "Kalau kita bisa ke arah seperti di Malaysia, itu lebih bagus," kata Iman.

Dalam kaitan ini, Iman menekankan beberapa hal, antara lain kesadaran masyarakat bahwa pajak adalah sarana atau wahana masyarakat berkontribusi untuk pembiayaan negara. "Pajak itu kontribusi warga negara untuk penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintahan memerlukan biaya, dan biaya itu salah satunya dari pajak," kata dia. "Pajak adalah harga yang harus kita bayar sebagai warga negara untuk penyelenggaraan negara". Selama masyarakat merasa negara harus melayaninya, maka selama itu pula warga negara sadar untuk menyediakan harga untuk mendapatkan pelayanan negara itu.

Editor: Copywriter
Copyright © ANTARA 2013