Palestina harus didengar

Kelima prinsip yang dipegang AS itu adalah tak boleh ada pemindahan paksa, tak boleh ada pendudukan kembali (Gaza), tak boleh ada pengepungan atau blokade, tak ada boleh ada penyusutan wilayah Gaza dan menghindarkan Gaza digunakan sebagai basis terorisme.

"Kami ingin melihat Gaza dan Tepi Barat yang bersatu di bawah Otoritas Palestina, dan bahwa suara serta aspirasi Palestina menjadi menjadi pusat dari semua upaya," kata Harris, akhir tahun lalu itu.

Netanyahu tak menggubris syarat AS itu, karena dia hanya mau mendengar pandangannya sendiri dan suara kelompok-kelompok kanan ekstrem di Israel yang menjadi mitra koalisinya.

Kemarahan Washington semakin besar setelah terjadi insiden yang membuat dunia semakin muak kepada Israel ketika tentara Israel menembaki warga sipil Palestina yang antre bantuan di Gaza utara pada 1 Maret.

Israel berdalih awalnya hendak membubarkan massa yang berusaha menjarah bantuan, tapi mengaku menembaki warga Palestina karena tentara mereka terancam.

Insiden itu sendiri dikritik di dalam negeri Israel, termasuk surat kabar Haaretz yang menurunkan opini berjudul "Sengaja atau tidak, korban jiwa yang besar di Gaza dapat mengubah arah perang Israel-Hamas" (menjadi tidak menguntungkan Israel).
 
Warga Palestina mengeluarkan puing-puing kendaraan bantuan kemanusiaan yang rusak berat, yang menjadi sasaran serangan udara Israel yang mengakibatkan sembilan orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka, di Deir al-Balah, Gaza, Palestina, Minggu (3/3/2024). (ANTARA/ANADOLU)

Baca juga: Militer Israel tetap tembak warga sipil meski bawa bendera putih

Biden sendiri kian tidak tahan kepada Netanyahu, sehingga makin terang-terangan menyentil Netanyahu.

Salah satu petunjuk untuk itu adalah kesediaan pemerintahan Biden dalam menerima kunjungan mantan menteri pertahanan Israel, Benny Gantz, yang merupakan sekutu sekaligus pesaing politik paling kuat untuk Netanyahu.

Pada 5 Maret lalu, Gantz bertemu dengan Kamala Harris, Penasihat Keamanan Nasional Jake Sullivan, Menteri Pertahanan Lloyd Austin dan Menteri Luar Negeri Antony Blinken.

Kunjungan Gantz yang masuk kabinet perang Netanyahu tetapi juga lawan politik utama Netanyahu itu, membuat perdana menteri Israel tersebut meradang, apalagi dia tak pernah diundang lagi ke Gedung Putih padahal sudah berkuasa lebih dari satu tahun di Israel.

Seakan hendak membalas sikap Washington, Netanyahu lalu memberikan lampu hijau kepada militer Israel untuk melancarkan operasi militer di Rafah.

Padahal, organisasi-organisasi dunia termasuk WHO, mewanti-wanti bahwa setiap kekerasan di Rafah akan menciptakan bencana kemanusiaan yang hebat.

Di pihak lain pemerintahan Biden kian terbuka mengungkapkan sikap tidak sejalan mereka dengan Netanyahu.

Baca juga: Setengah rakyat Amerika Serikat menentang pengiriman senjata ke Israel
Baca juga: Dubes Rusia: Veto AS bertanggung jawab atas tingginya kematian di Gaza
Baca juga: China kecewa Amerika Serikat lagi-lagi veto Resolusi PBB untuk Gaza


Selanjutnya: Penghalang perdamaian

Copyright © ANTARA 2024