Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Agung (MA) mempertanyakan pernyataan anggota Komisi III DPR, Mahfud MD, dalam suatu acara dialog di sebuah televisi swasta, yang mengatakan ia harus membayar Rp2,5 juta untuk memperoleh salinan putusan perkara di MA.
"Ini yang merusak sistem, karena MA tidak berwenang untuk mengeluarkan salinan putusan. Saya heran, orang sekualitas Mahfud MD mau dibohongi orang," kata Ketua Muda Perdata MA, Harifin A Tumpa, saat menggelar konferensi pers di Gedung MA, Jakarta, Selasa.
Ia menambahkan, orang sekualitas Mahfud seharusnya mengetahui hukum acara bahwa yang berhak mengeluarkan salinan putusan perkara adalah Pengadilan Negeri (PN), bukan MA.
Harifin justru mengatakan jika memang ada orang yang ingin memperoleh salinan putusan di MA, berarti ada usaha dari orang-orang tertentu untuk mengiming-imingi pegawai dan juru ketik di MA untuk memperoleh salinan putusan perkara.
"Padahal, itu sama sekali tidak boleh. MA sama sekali tidak boleh dan tidak pernah keluarkan salinan putusan. Kalau pun ada, bisa terjadi penipuan seperti yang terjadi dalam kasus Pono Waluyo dan kawan-kawan," ujar Harifin.
Perkara kasasi atau Peninjauan Kembali (PK) didaftarkan oleh pihak yang berperkara melalui Pengadilan Negeri (PN) tempat asal perkara diputus pada tingkat pertama.
Setelah diputus di MA, salinan putusan perkara atau PK itu kemudian dikirimkan MA ke pihak PN dan selanjutnya pihak PN yang memberitahukan salinan putusan itu kepada pihak yang berperkara.
Mahfud saat dihubungi melalu telepon genggamnya menyatakan pernyataannya bahwa untuk mendapatkan salinan putusan di MA harus membayar Rp2,5 juta adalah berdasarkan pengalamannya sendiri.
"Itu pengalaman saya sendiri," ujarnya singkat.
Namun, Mahfud belum menjelaskan dalam perkara apa ia mengalami hal tersebut dan mengapa ia harus meminta salinan putusan ke MA, bukan ke PN. (*)
Copyright © ANTARA 2006