Karachi (ANTARA) - Otoritas satwa liar di Pakistan pada Minggu (17/3) meluncurkan gerakan untuk menghitung jumlah burung gereja atau pipit di Karachi, tempat burung yang ramah manusia itu tak lagi menghiasi langit kota terbesar negara tersebut.

Program itu akan menyasar titik-titik tempat berkumpulnya burung gereja setempat di perkotaan dan pinggiran kota metropolitan itu, yang dihuni 20 juta orang.

Dengan diikuti oleh para pecinta burung serta dibagi menjadi beberapa kelompok, para pekerja satwa liar telah mengambil posisi di lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi tempat berkumpulnya burung gereja.

Mereka juga mengambil gambar dan merekam pergerakan burung-burung tersebut.

Hasil perhitungan terhadap burung itu akan diumumkan pada 20 Maret, kata Javed Mahar, seorang konservator di departemen satwa liar di Sindh selatan kepada Anadolu. Sindh adalah provinsi yang beribu kota Karachi.

Selain kota-kota besar di Asia Selatan seperti Mumbai, Kolkata, Dhaka, dan Lahore, Karachi juga memiliki banyak gedung pencakar langit yang berkilat serta pusat perbelanjaan ramai, tapi juga pemukiman kumuh dan kemacetan lalu lintas yang parah.

Dulunya, kota metropolitan itu adalah habitat alami bagi burung gereja. Namun seiring dengan waktu serta meningkatnya pengaruh manusia, kota itu telah kehilangan satwa liar sebagai penghuninya.


Hilangnya burung gereja berarti kualitas udara buruk

Menurut Muhammad Moazzam Khan, penasihat teknis Worldwide Fund for Nature (WWF) Pakistan, populasi burung gereja telah menyusut antara 60 hingga 70 persen di Karachi selama dua dekade terakhir.

Perubahan habitat, sebagai akibat langsung dari urbanisasi yang tak terencana dengan baik serta polusi, telah memberikan dampak buruk terhadap populasi burung perkotaan, terutama burung gereja, di kota-kota besar di Asia Selatan dalam dua puluh tahun terakhir.

Selain kota pusat bisnis Karachi, kota kedua terbesar di Pakistan yaitu Lahore, Kota Peshawar di barat laut, kota garnisun Rawalpindi, dan pusat tekstil Faisalabad termasuk di antara kota-kota yang paling tercemar di wilayah tersebut.

Lahore dan Karachi, bersama dengan ibu kota India, New Delhi, ibu kota bisnis Mumbai, Kolkata, dan ibu kota Bangladesh, Dhaka, menduduki peringkat teratas kota-kota paling tercemar di dunia pada musim dingin ini.

Pencemaran di kota-kota tersebut terutama karena akibat peningkatan industrialisasi dan urbanisasi yang tidak terencana dalam beberapa dekade terakhir.

Alih-alih burung gereja yang berfungsi sebagai indikator kualitas udara, beberapa spesies burung lain seperti layang-layang, gagak, dan burung mina memenuhi langit kota-kota tersebut.

"Kehadiran burung gereja dalam jumlah besar berarti kualitas udara bagus. Jika mereka meninggalkan suatu tempat, itu berarti kualitas udara lingkungan di sana sudah sangat menurun," kata Khan.

Sumber: Anadolu

Baca juga: Asap tebal akibat polusi landa Pakistan, sekolah dan pasar ditutup

Baca juga: Lawan polusi, Pakistan akan tanam 10 miliar pohon

Populasi Pakistan meningkat 35 juta jiwa dalam 6 tahun terakhir

Penerjemah: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2024