New York (ANTARA News) - Harga minyak merosot ke posisi terendah tiga bulan pada (Selasa pagi WIB), setelah pemerintah AS mengatakan persediaan minyak mentahnya meningkat ke tingkat tertinggi dalam tiga bulan, memicu kekhawatiran tentang permintaan di ekonomi terbesar dunia itu.
Kontrak utama minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate untuk pengiriman November di New York Mercantile Exchange, turun 1,59 dolar AS dari penutupan Jumat (18/10) menjadi menetap di 99,22 dolar AS per barel -- tingkat terendah sejak 1 Juli, lapor AFP dan Xinhua.
Harga minyak di New York turun di bawah 100 dolar AS untuk pertama kalinya sejak awal Juli.
Patokan kontrak berjangka Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk penyerahan Desember, berakhir turun 30 sen menjadi 109,64 dolar AS per barel di perdagangan London.
Departemen Energi AS (DoE) mengatakan persediaan minyak mentah AS meningkat sebesar 4,0 juta barel dalam pekan yang berakhir 11 Oktober. Sementara analis memiliki rata-rata perkiraan kenaikan sebesar 1,7 juta barel, menurut Dow Jones Newswires.
Laporan mingguan yang diawasi ketat itu biasanya dirilis pada Rabu, telah ditunda di tengah penutupan sebagian kegiatan (shutdown) pemerintah pada 1-16 Oktober karena kebuntuan anggaran di Kongres AS.
Pada Rabu (23/10), DoE akan melaporkan data untuk pekan yang berakhir 18 Oktober.
Matt Smith, seorang analis komoditas untuk Schneider Electric, menyoroti prospek melimpahnya persediaan yang membebani harga minyak.
"WTI telah jatuh ke dalam dua digit untuk pertama kalinya sejak Juli. Sementara itu, Libya memiliki lima dari sembilan pelabuhan dan terminal minyaknya yang kembali berjalan, dengan produksi 600.000 barel per hari," kata Smith.
Risiko gangguan terhadap pasokan minyak mentah di Timur Tengah juga berkurang. Arab Saudi, anggota terbesar di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dalam hal volume ekspor, memproduksi lebih banyak minyak mentah pada Agustus dan meningkatkan ekspor ke tingkat tertinggi dalam 14 bulan, menurut perusahaan riset Joint Organizations Data Initiative.
Dalam tanda meyakinkan lain untuk pasokan minyak di masa depan, perusahaan China CNOOC dan CNPC, raksasa Inggris-Belanda Royal Dutch Shell dan Total dari Prancis bergabung dengan operator milik negara Brazil Petrobras dalam upaya bersama untuk memenangkan lelang pada Senin guna mengembangkan ladang minyak besar Libra.
Keempat raksasa energi itu memenangkan konsesi 35 tahun, dengan Petrobras mengambil 40 persen saham. Shell dan Total keduanya mengamankan 20 persen saham, dengan CNOOC dan CNPC masing-masing mengambil 10 persen.
Ladang ini memiliki sekitar delapan sampai 12 miliar barel minyak. Brazil saat ini memiliki 15,3 miliar barel cadangan terbukti, terbesar kedua di Amerika Selatan setelah Venezuela.
Para pemegang konsesi akan mengembangkan apa yang disebut deposit minyak "pra-garam" besar yang ditemukan enam tahun lalu di bawah lapisan garam jauh di bawah Samudera Atlantik di lepas Pantai Brazil.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013