Bogor (ANTARA News) - Menjelang HUT Kemerdekaan RI ke-61, Kota Bogor mendapat kado istimewa dengan meraih Piala Adipura. Paparan tentang peraihan adipura bagi Kota Bogor itu disampaikan Deputi II Menteri Lingkungan Hidup, Mochammad Gentur Adnan di ruang rapat I Balaikota, Senin (14/8).Piala adipura tersebut menjadi istimewa karena menjelang HUT Kota Bogor ke 524 bulan Juni 2006, Kota Bogor dinyatakan sebagai kota yang lepas dari predikat terkotor, setelah pada bulan Januari 2006, Menteri Negara Lingkungan Hidup mengumumkan Kota Bogor terindikasi menjadi kota terkotor."Memang ada plus minusnya juga (dengan pengumuman terindikasi kota terkotor). Plusnya, kami jadi semangat untuk membersihkan kota. Minusnya, kalau di pusat (penilaian) hanya dilihat dari segi teknis saja. Akan tetapi, untuk di daerah hal demikian menjadi berdampak politis. Padahal, pengumuman (saat itu) kan belum final," katanya.Dalam kesempatan itu, ia mengatakan bahwa sejak tahun 2004 masalah kebersihan di Kota Bogor, merupakan salah satu program prioritas pemerintah daerah, selain tiga program prioritas lainnya yakni tranportasi, penataan PKL (pedagang kaki lima) dan program pengentasan kemiskinan."Kebersihan ditetapkan sebagai salah satu program prioritas, karena itu Pemkot bogor merasa perlu menangani kebersihan," katanya dan menambahkan bahwa sama halnya dengan problem di kota-kota lainnya, masalah paling berat untuk ditangani adalah mengenai persoalan sampah dan transportasiHanya saja, khusus di Kota Bogor, menurut dia, ada soal tambahannya, yakni terkait dengan ekonomi global atau ekonomi nasional guna menata PKL, yang juga menjadi program skala prioritas, karena saling berkaitan satu dengan lainnya.Ia mengemukakan, setiap hari timbunan sampah di Kota Bogor mencapai kurang lebih 2.200 meter kubik dan yang bisa diangkut dan dibuang ke TPA (tempat pembuangan akhir) baru mencapai kurang lebih 1.500 meter kubik atau sekitar 68 persen dari sampah yang dihasilkan, baik dari lingkungan pemukiman, pasar atau tempat-tempat umum.Ditegaskannya bahwa masih rendahnya kemampuan pengangkutan sampah ke TPA itu, karena terbatasnya armada angkutan sampah yang dimiliki Pemkot Bogor. "Itu sebabnya sejauh ini kami terus memenuhi ketersediaan sarana penunjang kebersihan, seperti peremajaan angkutan yang dilakukan tiap tahun secara bertahap," katanya.Selain itu juga penyediaan sarana pengumpulan sampah, seperti, gerobak, kontainer dan tempat-tempat pengumpulan sampah lainnya.Menurut dia, selain sarana dan prasarana, faktor penting lain adalah perlunya menambah tenaga di Dinas Kebersihan.Hanya saja, dalam soal ini, pihaknya terbentur kebijakan pusat yang tidak bisa dilakukan Pemkot Bogor, yakni sejak tahun 2005, pemerintah daerah tidak diizinkan lagi untuk mengangkat pegawai tenaga honorer.Kebijakan ini, merupakan kendala yang dihadapi Dinas Kebersihan, karena secara nyata Dinas Kebersihan mestinya masih membutuhkan tenaga sebagai penunjang kelancaran kegiatan pengangkatan sampah."Sayangnya, meskipun diizinkan, tetapi mencari atau merekrut tenaga honorer juga cukup sulit. Apalagi, untuk ditempatkan guna mengurusi sampah. Sebab, tidak ada orang yang bercita-cita untuk menjadi petugas kebersihan," katanya.Meski begitu, kata dia, hambatan bisa teratasi, karenat adanya respon positif dari masyarakat yang cukup besar untuk turut ikut peduli guna mengikuti kegiatan kebersihan, terlebih sejak Januari 2006 saat Menteri Negara Lingkungan Hidup mengumumkan Kota Bogor yang terindikasi menjadi Kota terkotor.Dari beberapa pengalaman yang diambil untuk dijadikan pelajaran, ternyata peran serta masyarakat untuk mewujudkan kota yang bersih tidak bisa diabaikan."Karena itu, faktor pendukung terbesar adalah adanya dukungan dari masyarakat yang sangat berarti dan berharga sehingga perlu harus secara terus menerus dikelola dengan baik," katanya.Pihaknya mengharapkan bahwa untuk meraih adipura, sebagaimana yang dahulu pernah diraih, dan kemudian dapat terus dipertahankan meniscayakan kerja bersama antara pemerintah daerah dan warganya, karena tanpa itu prestasi yang diraih tidak bisa diwujudkan. (*)
Copyright © ANTARA 2006