"Pemasangan Tarub bertujuan untuk 'tolak balak' selain juga menandai Keraton memiliki hajatan mantu," kata Pakar Kebudayaan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Joko Suryo kepada wartawan di lingkungan Keraton, Senin.
Dalam prosesi yang dilakukan seusai siraman tersebut, Adik Sri Sultan Hamengku Buwono X KGPH Hadiwinoto memerintahkan kepada KRT Kusumonegoro agar memerintahkan Abdi Dalem untuk memulai memasang Tarub yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan serta "blegedepe" (daun kelapa yang dianyam) di tempat-tempat yang sudah ditentukan.
Tarub yang dipergunakan untuk menolak bala tersebut terdiri atas pisang, tuwuhan (padi, kelapa dan palawija) serta janur.
Tarub tersebut di pasang di berbagai gapura di kawasan Keraton dan Kepatihan, yakni di Pagelaran, Pacikeran, Regol Brajanala, Bangsal Ponconiti, Regol Keben, Doorlop Srimenganti, Bangsal Trajumas, Regol Danapertapa, Doorlop Bangsal Kencana, Kuncung Tratag Bangsal Kencana, dan Regol Gepura.
Sementara itu, di saat yang sama di kamar pengantin dilakukan prosesi "majang pasareyan" atau menghias kamar pengantin. Untuk kamar calon mempelai perempuan, yang menghias adalah Permaisuri bersama putri Sultan yang sudah menikah.
Ketika prosesi majang pasareyan ini, kamar akan dihias dengan berbagai macam kain, bunga, dan juga pernak-pernik. Kain-kain ini memiliki makna tersendiri, di antaranya adalah untuk doa pengharapan, keselamatan, dan juga tolak bala.
Sebelumnya, mempelai pria KPH Harya dan mempelai wanita GKR Hayu telah melaksanakan prosesi nyantri dan siraman sebagai rangkaian prosesi pernikahan agung. Setelah itu pada Senin (21/10) malam dilanjutkan prosesi Tantingan dan Midodareni.
Sementara untuk upacara Ijab Qabul akan dilakukan pada Selasa (22/10) pukul 07.00 WIB di Masjid Panepen.
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013