Jakarta (ANTARA News) - Komisi II DPR RI meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk memundurkan jadwal penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) nasional yang sedianya dilakukan 23 Oktober 2013.
Permintaan DPR itu merujuk pada masih banyaknya masalah terkait DPT yang telah ditetapkan KPU di tingkat kabupaten/kota.
"Faktanya, daftar pemilih masih banyak yang bermasalah," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.
Selain dikarenakan faktor pemutakhiran daftar pemilih yang tak maksimal, sikap anggap enteng KPU terhadap hasil penyandingan Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan milik KPU dengan Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu dari Kementerian Dalam Negeri berpotensi menjadi pangkal kembali bermasalahnya DPT di 2014.
"Masih terdapat 20,3 juta data pemilih yang belum sinkron dalam penyandingan. Di satu kecamatan, jumlahnya berkisar antara ratusan sampai ribuan data yang tidak memenuhi syarat tersebut. Jumlahnya menjadi 20,3 juta, dikarenakan data bermasalah itu tersebar di hampir seluruh kecamatan yang ada di Indonesia," katanya.
Dicontohkan, masalah yang terjadi adalah terdapatnya Nomor Induk Kependudukan yang sama akan tetapi nama berbeda.
Daerah dengan jumlah data bermasalah tertinggi adalah Jawa Barat dengan 4.395.881 nama, Jawa Tengah 2.232.808 nama, dan Jawa Timur 1.925.757 nama.
"Kalau mau dibilang sudah clear, KPU tunjukkan dong. 20,3 juta itu jumlah yang sangat besar," tandasnya.
Karena itu, KPU diminta untuk realistis menyikapi persoalan DPT ini. Rencana rekapitulasi DPT secara nasional pada 23 Oktober mendatang, jangan sampai dipaksakan, dan membuka pintu kembali kacaunya daftar pemilih di 2014.
"Sudahlah diundur saja, sebab sulit untuk diyakinkan bahwa pemutakhiran daftar pemilih telah memiliki akurasi yang tinggi. Diundur 2 minggu dibarengi kerja keras KPU secara serius," katanya.
Arif berpandangan terlalu berisiko jika menetapkan DPT padahal faktanya masih begitu bermasalah. Dalam melakukan penundaan pengumuman DPT secara nasional, menurutnya KPU tidak perlu menunggu rekomendasi dari Bawaslu. Tanpa adanya rekomendasi itu, KPU dapat menunda.
"Rekomendasi Bawaslu diperlukan. Namun jika KPU menyadarinya, dapat saja berinsiatif untuk memundurkan dengan berbagai alasan, mengingat urgensi dalam rangka menjamin hak konstitusional rakyat," kata politisi PDI Perjuangan ini.
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013