Jakarta (ANTARA) - Para suporter klub Liga Jerman Bayer Leverkusen tentu tak akan pernah lupa pada kejadian musim 2001/2002 yang menjadi musim yang tragis bagi klub yang bermarkas di Bay Arena tersebut.
Ketika itu, berbekal pemain-pemain bertalenta seperti Michael Ballack, Oliver Neuville, Dimitar Berbatov, Lucio, dan Ze Roberto membuat Leverkusen menjadi kandidat kuat di musim tersebut untuk memperoleh treble winner atau tiga gelar juara di satu musim.
Pelatih Klaus Toppmoller menyajikan harapan indah bagi Ultras Leverkusen - suporter garis keras Bayer Leverkusen - ketika tampil gemilang di awal musim.
Namun, petaka mulai menghantui Michael Ballack dan kawan-kawan di akhir bulan April, seusai dua kekalahan beruntun di Bundesliga (Liga Jerman), yakni dari Werder Bremen dengan skor 1-2 dan dari Nurnberg dengan skor 0-1.
Hasil tersebut membuat Bayer Leverkusen harus puas berada di peringkat kedua dan memberikan gelar juara kepada Borussia Dortmund yang memimpin klasemen akhir dengan 70 poin hanya selisih satu poin dari Leverkusen.
Setali tiga uang, di ajang kejuaraan nasional Jerman (DFB Pokal), Leverkusen dengan penyerangnya yang haus gol Dimitar Berbatov pun tampil ganas sepanjang babak penyisihan, tapi justru melempem di babak final dan dibekuk oleh Schalke 04 dengan skor 2-4 pada pertandingan yang berlangsung di Olympic Stadium, Berlin, 11 Mei 2002.
Dua trofi yang sirna dalam tempo kurang lebih dua Minggu, coba ditebus generasi emas Leverkusen dengan menantang raksasa Eropa, Real Madrid di babak final UEFA Champions League (UCL) yang berlangsung di Hampden Park, Glasgow pada 15 Mei 2002. Kebobolan di menit ke-9 lewat gol yang dicetak Pangeran Bernabeu, Raul Gonzalez. Leverkusen mampu menyamakan kedudukan empat menit berselang lewat Lucio. Namun mimpi jutaan suporter Leverkusen sirna seusai sepakan voli Zinedine Zidane pada menit ke-45 tak dapat dibendung Hans Jorg Butt.
Tiga trofi sirna dalam sekejap membuat klub yang bermukim di kawasan kota industri tua di Jerman tersebut mendapat julukan baru 'Neverkusen' yang muncul dari kemalangan tanpa trofi di musim 2001/2002. Selepas menjalani musim yang menjadi tabu dengan generasi emasnya, Leverkusen tak kunjung menemukan gelar juara. Hingga musim 2023/2024, Leverkusen hanya dapat mampu menorehkan catatan terbaik dengan finis di peringkat kedua Bundesliga musim 2010/2011.
Dari kualitas pemain, setelah musim 2001-2002, Leverkusen pun menyesuaikan dengan julukan 'Die Werkself' atau tim pabrik yang menghasilkan talenta-talenta terbaik dunia mulai dari Arturo Vidal, Andre Schurrle, Son Heung Min, Kai Havertz hingga yang terbaru terdapat Florian Wirtz dan Victor Boniface. Meski demikian, Leverkusen kerap menjual talenta-talenta yang telah dikembangkan dan kerap bongkar pasang skuad sehingga selalu menemui kendala inkonsisten di setiap musim untuk bertarung di perburuan gelar kompetisi.
Namun, kedatangan pelatih Xabi Alonso di pertengahan musim 2022-2023 menyulap 'Die Werkself' kembali menjadi pesaing juara pada musim ini.
Setelah memastikan lolos ke babak perempat final Europa League, Leverkusen mempertegas langkah bahwa kini mereka pantas untuk menjadi juara.
Baca juga: Bangkit kalahkan Qarabag 3-2, Leverkusen ke perempatfinal
Baca juga: Klasemen Liga Jerman: Leverkusen jaga keunggulan 10 poin atas Bayern
Magis Xabi Alonso
Xabi Alonso datang ke Leverkusen menggantikan posisi dari pelatih Gerardo Seoane pada Oktober 2022. Mantan pemain Real Madrid dan Liverpool tersebut mempunyai banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan terutama membawa Leverkusen terhindar dari zona degradasi Liga Jerman. Selain menghindarkan 'Die Werkself' terjun ke divisi dua, Alonso juga harus memperbaiki lini serang yang melempem karena sang bomber Patrick Schick tampil angin-anginan.
Tak perlu waktu lama bagi Xabi untuk mengerjakan pekerjaan rumah tersebut karena telah cukup mengenal gaya permainan Jerman karena ia pernah merumput sebagai pemain di Bayern Muenchen.
Di tangan Xabi pada musim perdana, Leverkusen mempunyai sistem permainan yang jauh lebih fleksibel dengan tidak mengandalkan penyerang sebagai pencetak gol, tetapi pemain dari posisi mana pun dapat menjadi pembeda skor. Tercatat di musim 2022-2023, Leverkusen mempunyai pencetak gol yang variatif diantaranya Moussa Diaby, Jeremie Frimpong hingga Kerem Demirbay. Di tangan Xabi, Leverkusen mengakhiri musim dengan berada di peringkat ke-6 dan menjadi semifinalis Europa League.
Musim 2023-2024 menjadi musim dimana Xabi menemukan pemain yang dapat mengisi kepingan-kepingan sistem permainannya. Seusai mendapatkan kembali Granit Xhaka dari Arsenal dan penandatanganan penyerang Victor Boniface dari Union SG, Leverkusen menjelma tim yang tak terbendung. Tercatat di seluruh kompetisi, Florian Wirtz dan kawan-kawan tak terkalahkan di 37 pertandingan berturut-turut. Catatan tersebut juga memecahkan rekor sebagai tim Jerman dengan rekor tak terkalahkan terpanjang yang semula dipegang oleh Bayern Muenchen.
Dari segi produktifitas gol, Xabi mengubah Leverkusen menjadi tim yang jauh lebih produktif dengan mencatat rerata 2,52 gol per pertandingan. Selain itu Leverkusen kini menjadi tim dengan pertahanan yang solid dengan mencatatkan rerata kebobolan 0,64 gol per pertandingan.
Catatan impresif tersebut berbanding lurus dengan performa Leverkusen dalam perebutan gelar juara di tiga kompetisi yaitu Bundesliga, DFB-Pokal dan Europa League. Di Bundesliga, 'Die Werkself' kini memimpin sepuluh poin dari juara bertahan Bayern Muenchen dalam perebutan gelar juara. Dengan sembilan pertandingan tersisa, praktis jika Leverkusen mampu mempertahankan konsistensi bukan tidak mungkin mereka mampu memutus sebelas tahun gelar juara Bayern Muenchen. Namun dari sembilan pertandingan tersisa, Leverkusen setidaknya harus melewati dua sandungan pada pertandingan menghadapi Borussia Dortmund dan VFB Stuttgart.
Di DFB-Pokal, Leverkusen kini melaju ke babak semifinal dan akan ditantang oleh Fortuna Dusseldorf dalam pertandingan bertajuk Derby Rhine yang berlangsung pada 3 April mendatang. Lalu Leverkusen juga tengah bersaing di Europa League dengan memastikan satu tiket lolos di babak perempat final.
Di atas kertas, Leverkusen yang musim ini tampil lebih ganas dibandingkan dengan performa generasi emas 2001-2002, bukan tidak mungkin melalui magis Xabi Alonso bisa mengubah julukan "Neverkusen" menjadi "Treblekusen". Namun, Xabi enggan mengatakan bahwa timnya saat ini tengah bersaing dalam perebutan gelar dan shasil emua gelar hanya dapat ditentukan pada Mei mendatang.
"Ini belum waktunya untuk membicarakan hal itu. Waktunya akan tiba untuk (berbicara gelar) itu, tetapi belum," kata Xabi Alonso dikutip dari laman resmi Bundesliga,
Xabi mungkin tidak mau takabur sebelum gelar digenggam. Bisa jadi ia pun mengingat tragedi yang dialami generasi emas Leverkusen pada musim musim 2001/2002 yang membuat "Die Werkself" harus berlapang dada menerima julukan "Neverkusen" yang alergi gelar.
Baca juga: Xabi Alonso ingin Leverkusen melaju sejauh mungkin di tiga kompetisi
Baca juga: Xabi Alonso tak ingin jemawa meski unggul 10 poin dari Bayern
Editor: Dadan Ramdani
Copyright © ANTARA 2024