Nairobi (ANTARA) - Regulator energi dari seluruh Afrika pada Rabu (13/3) memulai pertemuan yang berlangsung selama dua hari di Nairobi, ibu kota Kenya, untuk membahas cara mengakses listrik di kawasan tersebut.
Lokakarya kelistrikan Bank Pembangunan Afrika (African Development Bank/AfDB) tersebut diikuti oleh regulator-regulator listrik dari 21 negara Afrika di Afrika bagian utara, timur, dan selatan untuk membahas cara-cara mengurangi persentase populasi yang tidak memiliki akses listrik.
Mohamedain Seif ElNasr, CEO Asosiasi Regulator Energi Regional Afrika Timur dan Selatan, mengatakan bahwa lebih dari 300 juta orang di Afrika tidak terhubung dengan jaringan listrik nasional.
"Kita perlu memanfaatkan sumber daya panas bumi, tenaga surya, dan angin yang berlimpah agar rumah-rumah warga dan dunia usaha dapat memperoleh manfaat dari listrik terbarukan," ujarnya.
ElNasr menyampaikan bahwa penyelarasan undang-undang dan regulasi ketenagalistrikan akan memungkinkan perdagangan listrik antara negara-negara yang surplus produksi listrik dengan negara-negara yang defisit listrik, serta membuahkan peningkatan akses terhadap listrik yang dapat diandalkan di seluruh Afrika.
Solomon Sarpong, ekonom energi senior di AfDB, mengatakan bahwa negara-negara di Afrika harus bekerja sama dalam pengembangan kapasitas pembangkit listrik mereka, mengingat beberapa sumber energi ramah lingkungan bersifat lintas perbatasan.
Dia menyarankan agar negara-negara berupaya menarik investasi swasta di sektor energi demi meningkatkan sumber daya publik dalam eksploitasi sumber energi terbarukan.
Lee Okombe, analis riset dan kebijakan senior di Otoritas Regulasi Energi dan Minyak Kenya, menuturkan bahwa Afrika tertinggal dibandingkan kawasan lain di dunia dalam hal akses listrik meskipun sumber energinya berlimpah.
Dia menambahkan bahwa salah satu cara untuk mengurangi kesenjangan populasi yang tidak memiliki akses listrik adalah dengan penyelarasan tarif listrik di seluruh Afrika, yang akan mendorong kompetisi dalam perdagangan energi.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2024