Indonesia juga menegaskan tidak akan melarang peredaran produk nonhalal selama ada kepatuhan terhadap peraturan halal, yaitu dengan mencantumkan informasi nonhalal pada kemasan produk dalam bentuk teks tertulis, gambar atau display, yang diperlukan u
Jakarta (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama mengatakan sertifikasi halal bagi produk impor ke Indonesia bertujuan untuk memastikan perlindungan jaminan produk halal bagi masyarakat.
Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham dalam keterangan di Jakarta, Jumat mengatakan kewajiban sertifikasi halal di Indonesia, merupakan bentuk kehadiran negara untuk menjamin integritas kehalalan produk yang beredar dan dikonsumsi oleh masyarakat di tanah air.
Untuk menyosialisasikan hal ini ke dunia, pihaknya menghadiri sidang World Trade Organization (WTO) atau Organisasi Perdagangan Dunia terkait Technical Barriers to Trade (TBT) tahun 2024 di Jenewa, Swiss, Kamis (14/3).
Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan selain memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat Indonesia, sertifikasi halal bagi produk impor juga tidak akan menghambat peredaran produk nonhalal selama produk tersebut memenuhi regulasi.
"Indonesia juga menegaskan tidak akan melarang peredaran produk nonhalal selama ada kepatuhan terhadap peraturan halal, yaitu dengan mencantumkan informasi nonhalal pada kemasan produk dalam bentuk teks tertulis, gambar atau display, yang diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat konsumen di Indonesia sesuai dengan keyakinan mereka." katanya.
Ia mengatakan kebijakan sertifikasi ini akan diberlakukan mulai Oktober mendatang, sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 yang mengatur tiga hal, antara lain yakni, produk makanan dan minuman, produk bahan baku atau tambahan untuk produk makanan dan minuman, serta jasa penyembelihan dan hasil sembelihan.
Sedangkan untuk pemberlakuan sertifikasi halal bagi produk obat dan alat kesehatan akan dilaksanakan secara bertahap
Bagi obat tradisional dan suplemen kesehatan, masih diberlakukan penahapan hingga 17 Oktober 2026. Adapun bagi produk obat bebas dan obat keras diberlakukan masa penahapan hingga 17 Oktober 2029 dan 2034.
Sedangkan bagi alat kesehatan, tahapannya dilaksanakan sesuai kelas risiko, dari yang terdekat pada 2026 sampai dengan 2034, serta produk biologi termasuk vaksin dan alat kesehatan kelas risiko D, ketentuan penahapannya diatur di dalam Peraturan Presiden.
Lebih lanjut ia mengatakan untuk produk obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang berasal dari bahan tidak halal atau bahan yang belum halal, masih dapat diedarkan dan diperdagangkan di Indonesia dengan mencantumkan keterangan tidak halal pada produk tersebut.
Selain itu Aqil juga menyampaikan Indonesia membuka peluang kerja sama internasional dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri (LHLN), melalui kerja sama saling pengakuan dan penerimaan sertifikat halal.
Nantinya kerja sama tersebut dilaksanakan atas dasar perjanjian bilateral antar pemerintah (G to G).
"Seluruh usulan kerja sama LHLN dari negara anggota WTO diterima oleh BPJPH dan akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan regulasi. Ruang lingkup sertifikasi LHLN akan tergantung pada kompetensi LHLN seperti sumber daya manusia dan laboratorium." ujarnya.
Baca juga: BPJPH: Regulasi sertifikat halal untuk UMKM wajib sebelum 18 Oktober
Baca juga: Kemenkop UKM: 1,4 juta produk makanan di Indonesia bersertifikat halal
Baca juga: Pemerintah mewajibkan sertifikat halal produk usaha 17 Oktober 2024
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Kewajiban Sertifikasi halal jangan beratkan UMKM
Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024