Dalam hal mengembalikan kewenangan pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap hakim MK perlu dikaji secara serius, karena dalam implementasinya juga mengalami kesulitan,"
Jakarta (ANTARA News) - Partai Kebangkitan Bangsa menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai penyelamatan Mahkamah Konstitusi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi.
"Dalam hal mengembalikan kewenangan pengawasan Komisi Yudisial (KY) terhadap hakim MK perlu dikaji secara serius, karena dalam implementasinya juga mengalami kesulitan," kata Ketua Fraksi PKB DPR Marwan Ja'far di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan Pengawasan KY terhadap hakim MK belum tentu menjamin efektivitasnya karena KY masih disibukkan untuk mengawasi hakim MA, dan bisa jadi menimbukan konflik kepentingan.
Menurut dia apabila saat ini ada langkah untuk memperkuat Majelis Kehormatan MK, itu salah satu solusi yang tepat.
"Mengenai persyaratan hakim MK, proses penjaringan dan pemilihan hakim MK, serta pengawasan hakim MK yang akan dimasukkan dalam Perppu itu semua tidak boleh bertentangan dengan konstitusi," ujarnya.
Dia mengatakan apabila ingin melakukan terobosan hukum, tentu harus melakukan amandemen konstitusi. Untuk melakukan amandemen menurut dia tentu tidak mudah karena butuh perjalanan politik yang panjang dan kesepakatan politik yang berliku.
"Langkah menyelamatkan MK melalui Perppu patut dikaji kembali dan tentu kita apresiasi. Tetapi saya mengingatkan bahwa Perppu tidak boleh menabrak konstitusi," tegasnya.
Marwan mengatakan persyaratan hakim MK sudah diatur dalam Pasal 15 UU No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan UU MK Nomor 24 Tahun 2003 yang bersifat ideal dan normatif.
Selain itu mengenai proses penjaringan dan pemilihan hakim MK menurut dia sudah diatur secara jelas dalam Pasal 24 C Ayat 3 UUD 1945 yang disebutkan hakim MK ditetapkan oleh Presiden berdasarkan ajuan MA (3 orang), DPR (3 orang), dan Presiden (3 orang).
"DPR mempunyai mekanisme untuk menentukan hakim MK," tegasnya.
Marwan menjelaskan seperti diatur dalam Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945, terkait kegentingan yang memaksa, Presiden berwenang terbitkan Perppu. Presiden menurut dia mutlak bertanggung jawab atas keadaan genting yang memaksa dikeluarkannya peraturan tersebut jika dianggap perlu.
Dia mengatakan apabila disetujui DPR, Perppu akan menjadi undang-undang. Namun menurut dia jika tidak disetujui, maka Perppu harus dicabut dan tidak bisa dilakukan judicial review sebelum menjadi UU. (*)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013