Jakarta (ANTARA News) - Anggota Fraksi PPP, Arief Mudatsir Mandan, berpendapat meskipun interupsi merupakan hak anggota DPR, sebaiknya interupsi pada rapat paripurna DPR pada 16 Agustus 2006 tidak dijadikan sebagai komoditi politik.
"Penyampaian interupsi diharapkan mempertimbangkan waktu dan tempat yang tepat," katanya di Gedung DPR/MPR Jakarta, Senin, berkaitan dengan kemungkinan rapat paripurna DPR yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diwarnai dengan interupsi.
Fraksi PPP dan PKS mempersilakan anggotanya menyampaikan interupsi. Begitu juga PDIP yang tidak menjamin rapat paripurna akan bebas dari interupsi.
Dia mengingatkan interupsi disampaikan berisi materi yang substansial dan jangan hanya asal bicara.
Arief Mudatsir yang juga kandidat Ketua Umum PPP pada Muktamar PPP pada Januari 2007 menjelaskan setidaknya ada empat alasan yang melatari imbauannya itu. Pertama, secara konvensional selama ini tidak pernah terjadi interupsi saat Presiden menyampaikan Pidato kenegaraan 16 Agustus.
"Kalau tidak salah di era Presiden BJ Habibie tahun 1999 pernah ada interupsi saat Presiden berpidato, tetapi itu bukan pidato kenegaraan, melainkan di forum Sidang Umum MPR," katanya.
Kedua, secara teknis, pidato kenegaraan Presiden pada 16 Agustus tidak disampaikan dengan maksud mendapat respons langsung dari anggota parlemen.
"Respons berupa kritik dan saran perbaikan akan menjadi bahan pembicaraan antara anggota DPR dengan mitra kerja teknis di komisi-komisi dan Panitia Anggaran DPR karena Presiden menyampaikan nota keuangan juga," katanya.
Arief juga mengatakan bahwa pidato Presiden yang disampaikan pada tanggal 16 Agustus ini hanya merupakan bahan awal rencana-rencana program pemerintah. "Karena itu, pidato tersebut tidak merinci segala masalah dengan detail-detail. Untuk itu, adalah tidak etis dan terlalu terburu-buru jika anggota DPR segera merespons pidato presiden tersebut," katanya.
Arief tidak yakin dalam waktu singkat, secara substansial anggota DPR bisa mempelajari materi pidato Presiden itu secara komprehensif dan berbasiskan data.
"Saya juga tidak yakin, jika interupsi dilontarkan akan mendapat respons semestinya dari pimpinan Dewan dan Kepala Negara," katanya.
Arief mengajak, jika publik melihat para anggota DPR melakukan interupsi tanpa arah dan kualitas yang jelas, yang terjadi bukan peningkatan citra anggota atau fraksi yang bersangkutan.
"Sebaliknya, hal itu bisa mengundang antipati publik dan merugikan citra politik fraksi," katanya.
Karena itu, anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah II ini mengajak anggota F-PPP DPR melihat secara hati-hati pernyataan Ketua Fraksi PPP DPR, Endin AJ Soefihara, yang terkesan mempersilahkan anggota Fraksi PPP melakukan interupsi. "Meski interupsi itu adalah hak, penggunaannya harus melihat momentum politik yang tepat," kata Arief Mudatsir Mandan. (*)
Copyright © ANTARA 2006