Berdasarkan pemeriksaan fisik awal, diketahui satwa-satwa tersebut dalam kondisi sehat dan satwa tersebut telah berada di Stasiun Konservasi Satwa Ternate
Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Maluku berhasil mengamankan satwa ilegal yang akan dikirim menuju Manado, Sulawesi Utara (Sulut).
Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Maluku Seto di Ambon, Rabu, menjelaskan satwa-satwa tersebut yakni berupa burung paruh bengkok sebanyak 16 ekor terdiri dari sembilan ekor kasturi ternate (Lorius garrulus) dan tujuh ekor kakaktua putih (Cacatua alba) dan langsung diserahkan ke Petugas Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Ternate.
Baca juga: Delapan konflik satwa terjadi di Agam Sumbar selama awal 2024
“Petugas kami telah menerima satwa liar yang diserahkan oleh petugas Badan Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Maluku Utara. Satwa tersebut ditemukan di KM. Uki Raya tujuan Manado, Sulawesi Utara,” katanya.
Berdasarkan pemeriksaan fisik awal, diketahui satwa-satwa tersebut dalam kondisi sehat dan satwa tersebut telah berada di Stasiun Konservasi Satwa Ternate.
Seto menyatakan, burung-burung tersebut merupakan salah satu satwa endemik Kepulauan Maluku dengan habitat dan penyebaran alaminya berada di Kepulauan Halmahera di Provinsi Maluku Utara dan Kepulauan Aru di Provinsi Maluku.
Saat ini burung-burung tersebut sudah berada di Kandang Pusat Konservasi Satwa (PKS) untuk dikarantina dan direhabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.
Baca juga: BKSDA Sumbar tangani dua konflik satwa liar di Agam
Seto menegaskan kepada masyarakat, bahwa satwa liar khususnya jenis-jenis burung endemik di Kepulauan Maluku tidak dapat ditemukan di tempat lain. Sehingga menjadi kewajiban menjaga keanekaragaman kelimpahan baik jenis tumbuhan maupun satwa di Maluku.
Ia juga berharap, bagi masyarakat yang menemukan kasus penyelundupan satwa segera dilaporkan ke pihak yang berwenang, baik di BKSDA maupun kepolisian.
“Kita terbuka kepada masyarakat, apabila ada penyerahan maupun laporan akan kita terima. Ini juga biar bisa kita nikmati TSL tersebut di masa kini maupun masa yang akan datang,” ucapnya.
Berdasarkan ketentuan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang menjelaskan barang siapa dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp.100 juta (Pasal 40 ayat (2)).
Baca juga: KLHK sudah lepasliarkan 500 ribu satwa dilindungi
Pewarta: Winda Herman
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2024