Jakarta (ANTARA News) - Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) meminta TNI dan Polri agar bersedia memberikan pelatihan militer kepada para relawan jihad yang siap berangkat ke Libanon dan Palestina. "Sebagai warga negara, kita ingin mendapat hak untuk memiliki keahlian militer guna mendukung perjuangan rakyat Libanon dan Palestina. Karenanya, kita perlu transparan dan secara terbuka meminta bantuan itu," kata juru bicara MMI, Ustadz Fauzan Al Anshori, yang dihubungi di Jakarta, Senin. Menurut dia, MMI DKI Jakarta akan membuat surat permintaan resmi kepada TNI dan Polri agar bersedia memberikan pelatihan militer kepada sedikitnya 500 anggota laskar MMI siap berjihad di Palestina dan Libanon. Fauzan mengakui para relawan Mujahidin tidak mempunyai keterampilan menggunakan persenjataan militer dan peralatan tempur lainnya, sehingga perlu pelatihan khusus. Hal itu, lanjut dia, sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang mengharuskan agar Indonesia berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia. Fauzan mengatakan hingga saat ini pihaknya belum melakukan pembicaraan mengenai hal itu baik dengan pihak TNI maupun Polri. Namun, MMI sangat berharap kedua institusi itu bersedia mengabulkan permintaan MMI. Ia menambahkan saat ini sudah ada sekitar 500 relawan yang merupakan anggota laskar MMI yang siap berjihad di Palestina dan Libanon. "Itu belum termasuk relawan dari luar yang mendaftarkan diri dan diseleksi oleh MMI," katanya. Menyangkut rencana keberangkatan relawan jihad MMI ke Palestina dan Libanon, kata Fauzan, pihaknya saat ini telah melakukan proses negosiasi dengan pihak Kedubes Palestina dan Libanon di Jakarta, di samping terus melakukan penggalangan dana untuk keperluan tersebut. Ia menyebut satu orang Mujahidin membutuhkan dana sekitar Rp20 juta untuk hidup di sana selama sebulan. Sementara itu, menyinggung kesiapan pemerintah Indonesia untuk mengirimkan satu batalyon TNI dalam pasukan pemelihara perdamaian (Peace Keeping Force) di bawah bendera PBB, Fauzan menilai, hal tersebut tidak efektif dan tidak efisien dalam menghentikan agresi Israel. Menurut dia, agresi militer Israel hanya bisa dihentikan dengan menangkap PM Israel Ehud Olmert dan Presiden AS George Bush sebagai penjahat perang dan menyeret mereka ke pangadilan. (*)

Copyright © ANTARA 2006