Seoul (ANTARA) - Perdana Menteri Korea Selatan Han Duck-Soo mengatakan bahwa keputusan pemerintah untuk meningkatkan kuota pendaftaran sekolah kedokteran sebanyak 2.000 untuk mengatasi kekurangan dokter didasarkan pada analisis ilmiah.

Lebih dari 90 persen dari 13.000 dokter junior di negara itu telah mengundurkan diri secara massal selama hampir sebulan, sebagai bentuk protes terhadap keputusan pemerintah itu.

Pengunduran diri massal tersebut telah menyebabkan pembatalan sejumlah operasi penting dan melumpuhkan sistem medis Korsel.

"Sangat disayangkan bahwa komunitas medis sekarang mengklaim kurangnya analisis dan konsultasi ilmiah," kata Han dalam pertemuan dengan pejabat terkait di kompleks pemerintahan di Sejong.

Han merujuk pada penelitian yang memproyeksikan kekurangan sekitar 10.000 dokter pada 2035 dan mencatat bahwa universitas telah meminta pemerintah untuk meningkatkan kuota sekolah kedokteran.

"Kami telah memutuskan untuk meningkatkan pendaftaran sebanyak 2.000 mulai tahun 2025, dengan mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk pelatihan medis," kata Han.

Baca juga: Profesor Kedokteran di Seoul ancam undur diri buntut pemogokan

Aksi mogok kerja berkepanjangan, yang dilakukan oleh dokter magang dan residen yang memainkan peran penting dalam membantu operasi dan layanan darurat di lima rumah sakit, telah meningkat.

Para profesor fakultas kedokteran di Seoul National University, salah satu dari lima rumah sakit umum besar di negara itu, telah berjanji untuk mengajukan pengunduran diri massal pekan depan jika pemerintah gagal memberikan "terobosan yang masuk akal" dalam menangani pemogokan yang sedang berlangsung.

Para profesor di beberapa fakultas kedokteran lain juga telah memperingatkan untuk mengambil tindakan jika pemerintah tidak bersedia melakukan dialog tanpa syarat.

"Daripada berpartisipasi dalam tindakan kolektif yang tidak berdasar, kami mendesak (para profesor) untuk secara aktif membujuk rekan-rekan mereka untuk kembali ke samping tempat tidur pasien," kata Han.

Sumber: Yonhap-OANA

Baca juga: Pertikaian pemerintah-dokter di Korsel jangan buat pasien terabaikan

Penerjemah: Cindy Frishanti Octavia
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2024