Apabila pada periode 2028–2029 perusahaan mobil listrik gagal mengejar target produksi, perusahaan tersebut harus mengembalikan dana insentif Pemerintah ...
Jakarta (ANTARA) - Udara bersih merupakan dambaan bagi warga Jakarta dan bangsa Indonesia agar mereka dapat menarik napas dalam-dalam tanpa disesaki oleh polusi.
Menjadi dambaan pula bagi warga Jakarta untuk dapat menatap langit dan menikmati bentang angkasa menyerupai selimut biru muda disertai agungnya penampakan Gunung Gede Pangrango.
Harapan tersebutlah yang berusaha diwujudkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan selaku dirigen dalam orkestra pembangunan industri kendaraan listrik di Indonesia.
Ia tak menampik fakta bahwa transportasi berbahan bakar fosil bukanlah satu-satunya kontributor polusi udara di Indonesia.
Akan tetapi, Pemerintah tak bisa tinggal diam dan mengikuti arus status quo. Pemerintah harus menghadirkan terobosan untuk menjadi solusi yang mengatasi permasalahan warganya.
Oleh karena itu, Luhut memastikan berbagai kebijakan kementerian dan lembaga di sekitarnya bergerak dalam satu harmoni sehingga angan untuk mengubah kebiasaan masyarakat yang menggunakan kendaraan berbahan bakar minyak beralih menjadi kendaraan listrik, dapat terwujud.
Sebuah solusi yang ia yakini dapat menjadi jalan keluar dalam mengubah kualitas udara Indonesia, khususnya di Jakarta.
Populasi kendaraan listrik
Populasi kendaraan listrik di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan.
Berdasarkan data Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) Kementerian Perhubungan per 22 Januari 2024 yang dipaparkan oleh Direktur Industri Maritim Alat Transportasi dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Hendro Martono, terdapat penambahan populasi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) roda dua di Indonesia sebesar 262 persen pada tahun 2023.
Pada 2022, jumlah sepeda motor listrik di Indonesia sebanyak 17.198 unit. Jumlah ini meningkat hingga mencapai 62.409 unit pada 2023.
Peningkatan tersebut merupakan wujud dari kesuksesan program bantuan Pemerintah untuk pembelian sepeda motor listrik, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.
Lebih lanjut, populasi mobil listrik pun menunjukkan peningkatan dengan persentase yang tidak setinggi motor listrik.
Penambahan KBLBB roda empat pada tahun 2023 mencapai angka 43 persen, yakni dari 8.562 unit pada 2022, menjadi 12.248 unit pada 2023.
Meskipun Pemerintah telah mengeluarkan berbagai program insentif, peningkatan jumlah mobil listrik tersebut belum cukup untuk mendongkrak industri mobil listrik di Indonesia.
Oleh karena itu, Pemerintah mengeluarkan program insentif baru, yaitu program insentif bea masuk dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil yang diimpor dalam keadaan komponen yang lengkap namun belum dirakit atau completely knocked down (CKD), serta untuk mobil yang diimpor dalam keadaan utuh atau completely built up (CBU).
Kebijakan insentif
Program insentif yang dimaksud oleh Hendro tertuang di dalam Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2023 tentang Pedoman dan Tata Kelola Pemberian Insentif Impor dan/atau Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Dalam Rangka Percepatan Investasi.
Dalam peraturan tersebut terdapat tiga jenis insentif pajak pada setiap skema impor mobil listrik. Insentif ini diberikan kepada perusahaan yang berkomitmen berinvestasi di Indonesia.
Skema pertama yakni untuk perusahaan yang mengimpor mobil utuh atau CBU. Teruntuk mobil utuh, Pemerintah membebaskan perusahaan dari pajak bea masuk, pajak penjualan barang mewah (PPnBM), dan hanya perlu membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen dari harga jual.
Dengan demikian, jumlah kumulatif pajak hanyalah 11 persen.
Skema ini membutuhkan bank garansi dan komitmen perusahaan berupa kewajiban untuk memproduksi mobil listrik di Indonesia sejumlah mobil listrik yang diimpor, atau produksi 1:1.
Bank garansi adalah agunan pembayaran yang diberikan kepada pihak penerima agunan, apabila pihak yang dijamin tidak memenuhi kewajibannya.
Terkait hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Rachmat Kaimuddin menjelaskan bahwa periode pemberlakuan insentif untuk impor hanya sampai tahun 2025.
Para perusahaan yang telah berkomitmen untuk investasi diharapkan mulai aktif memproduksi mobil di Indonesia paling lambat pada awal 2026. Insentif impor akan berakhir pada 2026 sehingga tahun 2026–2027 merupakan periode perusahaan untuk mengejar target produksi sejumlah mobil yang diimpor pada periode 2024–2025.
Meskipun Rachmat menandai 2026–2027 sebagai periode produksi, ia tetap mendorong perusahaan mobil listrik untuk mulai produksi secepatnya apabila sudah siap.
Apabila pada periode 2028–2029 perusahaan mobil listrik gagal mengejar target produksi, perusahaan tersebut harus mengembalikan dana insentif Pemerintah sebesar selisih antara mobil yang diimpor dengan mobil yang diproduksi di dalam negeri melalui bank garansi.
Misalkan, sebuah perusahaan mengimpor 5 ribu mobil listrik pada periode 2024–2025, namun hanya bisa memproduksi 3 ribu mobil listrik pada periode 2026–2027, maka perusahaan tersebut harus membayarkan kembali insentif pajak mobil listrik kepada pemerintah senilai 2 ribu mobil listrik melalui bank garansi.
Di situlah peran bank garansi, yakni untuk memastikan perusahaan yang mengimpor mobil listrik ke Indonesia sungguh-sungguh berkomitmen dalam pengembangan industri kendaraan listrik Tanah Air.
Skema kedua, yakni untuk perusahaan yang mengimpor mobil dalam keadaan komponen lengkap, namun belum dirakit atau CKD, dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di bawah persyaratan roadmap.
Adapun persyaratan TKDN berdasarkan peta jalan atau roadmap, yakni minimal 40 persen hingga 2026, kemudian minimal 60 persen pada 2027–2029, lalu minimum 80 persen pada 2030, dan seterusnya.
Bagi perusahaan yang mengimpor berdasarkan skema kedua, Pemerintah membebaskan perusahaan dari pajak bea masuk, pajak penjualan barang mewah (PPnBM), dan hanya perlu membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen dari harga jual.
Jumlah kumulatif pajak serta persyaratan untuk skema kedua pun sama dengan skema pertama.
Yang terakhir adalah skema ketiga, yakni untuk perusahaan yang mengimpor mobil listrik dalam kondisi CKD, dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang sesuai dengan persyaratan roadmap.
Untuk skema ini, Pemerintah membebaskan perusahaan dari pajak bea masuk, pajak penjualan barang mewah (PPnBM), dan hanya perlu membayar pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 1 persen dari harga jual, berbeda dengan dua skema lainnya yang harus membayar PPN sebesar 11 persen.
Insentif PPN sebesar 10 persen tersebut tertuang dalam PMK Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2024.
Oleh karena itu, jumlah kumulatif pajak dalam skema ketiga hanyalah 1 persen.
Terkait persyaratan, skema ketiga ini mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah atau LCEV yang mengatur terkait persyaratan program LCEV dan di antaranya melalui investasi, pendalaman manufaktur atau TKDN, serta aspek teknis kendaraan lainnya.
Ketiga skema tersebut menggambarkan komitmen berbagai kementerian dan lembaga terkait untuk mengembangkan industri kendaraan listrik di Tanah Air.
Tujuan mereka, salah satu yang terpenting, adalah mewujudkan angan bangsa memiliki kualitas udara yang lebih baik sehingga paru-paru tak lagi disesaki oleh polusi, dan tak lagi pandangan mata dihalangi oleh kubah kelabu.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024