Bandung (ANTARA) - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Barat Vini Adiani Dewi mengungkapkan bahwa vaksin belum menjadi solusi untuk mengatasi kasus demam berdarah dengue (DBD), yang angkanya terus naik dengan 7.654 kasus dan 71 diantaranya meninggal dunia.

Meski vaksin itu bisa didapatkan di rumah sakit swasta, ia menyarankan masyarakat menerapkan pola 3M Plus, sebab penerapannya akan lebih efektif mencegah DBD ketimbang penggunaan vaksin. Belum lagi dari sisi harga yang cukup mahal, juga belum menjadi kebijakan pemerintah.

"Mohon maaf ya, mungkin akan mubazir pembiayaannya dibandingkan kita melakukan gerakan 3M Plus, yakni menguras, menutup tempat penampungan air, mengolah barang bekas yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, serta memelihara hewan pemakan jentik di tempat penampungan dan menanam tanaman yang tidak disukai nyamuk ketimbang menggunakan vaksin DBD," ujar Vini dalam pesan singkatnya di Bandung, Selasa.

Baca juga: Dinkes Jabar: 3M Plus mutlak dilakukan untuk putuskan mata rantai DBD

Sementara itu, Kepala Staf Kedokteran Anak Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Djatnika Setiabudi menambahkan vaksin tersebut sejatinya sudah bisa didapat masyarakat di tempat praktik dokter atau rumah sakit swasta.

Diakuinya, dari sisi harga memang cenderung mahal, dengan biaya Rp300-Rp350 ribu untuk sekali suntik vaksin DBD atau sekitar Rp550 ribu untuk satu paket, yakni dua kali suntik.

"Jadi, memang dua kali suntik, jaraknya (dari suntik pertama ke kedua) tiga bulan. Jadi sama seperti vaksin COVID-19," ucapnya.

Mengenai efektivitasnya, Djatnika mengungkapkan dari dua kali suntik vaksin DBD tersebut, mampu menjaga kekebalan hingga 48 bulan atau tiga tahun.

Sejauh ini, lanjutnya, vaksin DBD telah teruji dalam menurunkan angka sakit dan dirawat akibat penyakit dari nyamuk aedes aegypti tersebut.

"Sekarang sudah fase empat penelitiannya, izin edar dari BPOM sudah ada. Kendalanya, biayanya masih mahal dan belum tersedia di (rumah sakit) pemerintah. Hanya di beberapa rumah sakit swasta," ucapnya.

Baca juga: Faskes Jabar diinstruksikan siaga antisipasi peningkatan kasus DBD

Baca juga: Tiga daerah di Jabar tertinggi kasus dengue nasional

Lebih lanjut, Djatnika mengungkapkan bahwa vaksin DBD ini masih dalam tahap penelitian lebih lanjut, layaknya vaksin COVID-19.

"Setelah 48 bulan (kekebalan dari vaksin), dilakukan penelitian lagi. Tinggal berapa persen kekebalannya. Ini sedang dikembangkan lagi, perlu penguat (booster) atau enggak," tuturnya.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2024