Jakarta (ANTARA) - Tiga komunitas dari Finbargo, BergunaID dan Amartha melakukan edukasi kepada masyarakat dari kalangan ibu rumah tangga hingga siswa sekolah dasar (SD) di Nusa Tenggara Timur (NTT), tentang gerakan konsumsi pangan lokal (diversifikasi).
"Kami ingin masyarakat memperbanyak makanan lokal (diversifikasi) dari pada makanan rendah gizi seperti junk food atau mie instan. Atas keprihatinan itulah kami membuat gerakan sosialisasi, yang kami mulai selama dua hari di Larantuka, NTT," kata Co Founder Komunitas Finbargo, Burman melalui keterangan di Jakarta, Minggu.
Burman menuturkan edukasi dilakukan di Kecamatan Larantuka, Flores Timur, NTT. Di sana, mereka mengajak masyarakat dari kalangan ibu rumah tangga hingga siswa sekolah dasar untuk mengkonsumsi pangan lokal yang tersedia di daerah tersebut.
Dia mengatakan, saat ini banyak dari kalangan anak muda yang memilih makanan cepat saji dari pada makanan tinggi serat dan tinggi protein. Dia berharap, anak muda mulai menyadari untuk sadar pangan lokal, dan selanjutnya bertahap mengkonsumsi makanan tinggi gizi yang ada di sekitarnya.
"Kami ingin membangkitkan konsumsi pangan lokal untuk mengalihkan anak muda dari kebiasaan makanan junk food, mi instan dan lain-lain. Itulah gerakan kami, kami ingin merubah mindset anak muda. Ini gerakan jangka panjang untuk Indonesia," kata Burman.
Komunitas Finbargo berharap gerakan positif yang dilakukan akan membesar sebagai gerakan masif dan mendapatkan dukungan banyak pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah.
Sementara itu, Ketua Komunitas BergunaID Rofinus Marianus Monteiro berharap sosialisasi tersebut menjadi gerakan masif bukan hanya di Larantuka namun juga di semua daerah sehingga ke depan Indonesia betul-betul mampu menjadi bangsa yang memiliki kekuatan mandiri pangan.
"Dan makanan lokal itu kan tersebar di semua daerah. Jadi saya berharap gerakan ini menjadi gerakan yang masif dan dirasakan oleh Ibu-ibu dan juga siswa sekolah lainnya sehingga kita bisa mandiri pangan. Itu sih pesan yang ingin kita sampaikan," kata Rofinus.
Menurut pria yang akrab disapa Vino ini, kesadaran harus dibangun mulai dari sekarang untuk mengubah pikiran masyarakat terhadap pentingnya gizi bagi kesehatan. Kaum ibu, khususnya bisa memulai dengan gerakan tanam di pekarangan rumahnya masing-masing.
"Ibu-ibu harus kembali sadar dan kembali ke pangan lokal. Karena itulah kita menggelar kegiatan ini, dimulai dari Kecamatan Larantuka," kata Vino.
Sementara itu, Head of Impact and Sustainability Amartha, Katrina Inandia menambahkan bahwa jenis makanan lokal yang mudah didapatkan adalah jagung dan sorgum. Keduanya memiliki sumber serat dan juga sumber lemak pengganti beras atau karbohidrat lainnya.
"Contoh hari ini beras mahal kan, padahal ada makanan lain sebagai penggantinya. Kita punya jagung, sorgum dan sumber lemak sumber serat lainnya. Lebih dari itu mereka bisa menggali sendiri apa yang mereka punya di daerahnya masing-masing," kata Katrina.
Sementara itu Ketua Pokmaswas Larantuka Monika Bataona menyambut baik upaya beberapa komunitas tersebut dalam menjadikan pangan lokal sebagai pangan sehat pengganti karbohidrat beras.
Ke depan, kata Monika gerakan ini bisa menjadi gerakan Satu Hari Konsumsi Pangan Lokal di tiap sekolah dasar.
Menurutnya dengan mengajarkan ibu-ibu hingga anak-anak mencintai pangan lokal m, akan menjadi gerakan baik di sekolah dan menggali potensi makanan lokal sehingga tidak lagi bergantung pada beras.
“Karena itu, kita akan mengawal sekolah untuk menerapkan hari makan lokal. Dan kita sudah berkoordinasi dengan sekolah dan mereka sudah rapat untuk menetapkan hari makan pangan lokal atau satu hari tanpa nasi," ucap Monika.
Pewarta: Muhammad Harianto
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2024