Yogyakarta (ANTARA News) - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai upaya penyelamatan Mahkamah Konstitusi belum mendesak dikeluarkan, kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia, Sri Hastuti Puspitasari.

"Untuk kondisi Mahkamah Konstitusi (MK) sekarang ini belum masuk dalam kondisi yang sangat darurat. Sebab hakim MK masih memenuhi kuorum untuk menentukan putusan perkara," kata Sri Hastuti di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, pengeluaran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perpu) perlu memerhatikan faktor kegentingan. Sementara, menurut dia, MK masih dapat beroperasi seperti biasa.

"Sebenarnya memang Perpu harus menggunakan parameter tertentu. Misalnya menentukan parameter kegentingan yang bersifat memaksa,"katanya.

Delapan hakim konstitusi yang masih tersisa di MK, menurut dia, masih dapat mempertahankan eksistensi lembaga hukum negara tersebut dalam menentukan setiap putusan.

"(Putusan) MK kan memenuhi kuorumnya minimal oleh tujuh hakim konstitusi. Jadi dengan kondisi hakim sekarang ini untuk sementara masih tidak ada masalah,"katanya.

Sementara itu, perppu, kata dia, akan strategis dikeluarkan dengan menunggu hasil pemeriksaan terhadap hakim konstitusi lainnya. Sebab, kata dia, apabila kemudian ditemukan indikasi keterlibatan hakim lainnya maka akan mengancam keabsahan putusan MK.

"Kecuali memang kemudian setelah dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh hakim MK, misalnya ternyata ada hakim lain yang bermasalah, sehingga untuk mengeluarkan perppu mungkin diperlukan,"katanya.

Selanjutnya, kata dia, rekrutmen untuk mengisi kekosongan satu hakim MK dapat dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Mumpung DPR masih aktif dan tidak dalam masa reses, sehingga dapat melakukan rekrutmen calon MK dengan mekanisme rekrutmen yang tentunya telah diperbaiki untuk menggantikan pak Akil," katanya.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013