Jakarta (ANTARA News) - Aturan baru Bank Indonesia tentang larangan kredit pemilikan rumah (KPR) inden untuk rumah kedua dan seterusnya dinilai tidak akan mempengaruhi konsumen kalangan atas, tetapi berdampak pada golongan menengah ke bawah.
"Kebijakan seperti itu akan berdampak lebih besar kepada properti kelas menengah ke bawah," kata Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, hal tersebut karena kelas menengah lah yang biasanya membeli rumah tempat tinggal dengan menggunakan fasilitas KPR.
Sedangkan sektor residensial kelas atas, lanjutnya, biasanya tidak menggunakan KPR sebagai sumber utama pembiayaan tetapi menggunakan tunai keras atau bertahap.
Ia juga mengemukakan, guna mengantisipasi krisis terbaru yang mengakibatkan perlambatan ekonomi, sejumlah pengembang juga telah berstrategi dalam menyediakan jangka waktu pembayaran yang lebih lama dan promosi lainnya untuk menarik pembeli.
Sebelumnya, ekonom Universitas Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengatakan, aturan larangan KPR inden yang dimaksudkan untuk memperketat penyaluran kredit properti itu sebenarnya menguntungkan perbankan.
"Aturan pengetatan pembiayaan kredit properti menguntungkan bank karena membuat struktur pasar semakin stabil," katanya dalam suatu diskusi belum lama ini.
Menurut dia, pengetatan pembiayaan kredit berdampak positif kepada bank karena sifat pembelian produk di sektor properti yang dinilai akan tetap selalu laku, meski harga terus melambung naik.
Bahkan, lanjutnya, terdapat gejala bahwa semakin mahal harga properti akan semakin diburu karena faktor prestise.
"Tujuan aturan pengetatan itu adalah mengurangi ketergantungan sumber daya pengembang kepada cicilan," katanya.
Selain itu, Prasetyantoko berpendapat, dengan regulasi tersebut, maka kredit properti akan lebih mudah diawasi.
Mengenai kemungkinan adanya perlambatan sektor properti, ia menekankan, itulah maksud dari dikeluarkannya aturan pengetatan kredit tersebut.
"Properti adalah sektor yang berbasis bahan baku impor, sedangkan jumlah impor pada saat ini harus diturunkan," katanya.
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013