Natuna, Kepulauan Riau (ANTARA) -
Prakirawan Stasiun Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Ranai, Kabupaten Natuna, Reza Fahlevi, menjelaskan fenomena kabut adveksi yang menyelimuti Pulai Bunguran Besar disebabkan oleh transfer kelembapan udara dari wilayah perairan ke wilayah daratan.

Menurut Reza kabut adveksi umumnya terjadi ketika ada fenomena pendinginan udara secara mendatar di permukaan bumi.

"Saat pagi atau ketika matahari mulai bersinar permukaan daratan mendapat panas lebih cepat dibandingkan permukaan laut akibatnya tekanan udara di darat menjadi lebih rendah ketimbang di laut, hal inilah yang menyebabkan adanya transfer kelembaban dari permukaan laut ke daratan," katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon dari Natuna, Sabtu.

Kemunculan kabut adveksi mempengaruhi jarak pandang yang berkurang, sehingga masyarakat diimbau untuk berhati-hati saat berkendara.
"Selain itu kabut dapat mengandung partikel-partikel polutan sehingga diimbau memakai masker terlebih dahulu untuk sementara ini," ujar dia.

Baca juga: Penguatan kerangka ASEAN perlu diutamakan untuk penanganan kabut asap
Baca juga: Empat helikopter atasi karhutla Sumsel pulang ke Australia dan Rusia


Secara terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Natuna Raja Darmika memastikan bahwa kabut adveksi tersebut bukanlah kabut asap yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan.

Ia meminta masyarakat tidak khawatir sembari tetap berwaspada dan berhati-hati, mengingat kabut adveksi mengurangi jarak pandang.

"Iya ada kabut, awal kami duga kabut asap, namun tidak ada laporan kebakaran dari kecamatan maupun desa," kata Raja.

Salah seorang warga Natuna, Dilla, mengaku sudah melihat kabut tersebut sejak Jumat (8/3) tetapi menekankan kondisi tersebut tidak mengganggu aktivitas keseharian.

"Tiap hari ini makin tebal. Masih amanlah, mudah-mudahan segera hilang," katanya.

Baca juga: Dishut Kaltim klaim karhutla tertangani dengan baik
Baca juga: BMKG deteksi 51 titik panas di Riau

Pewarta: Muhamad Nurman
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2024