Semarang (ANTARA News) - Rob atau limpasan air laut ke darat yang menjadi momok masyarakat Semarang, terutama di kawasan pesisir, mencoba "didamaikan" lewat pameran seni bertajuk "Semarang Art Map".
"Dengan mengakrabi (rob, red.), kita pahami, kemudian pikirkan bagaimana mencari solusinya," kata kurator pameran Djuli Djati Pambudi saat pembukaan "Semarang Art Map" di Semarang, Jumat (11/10) malam.
Puluhan karya seni dengan berbagai macam bentuk dihadirkan dalam pameran yang berlangsung di Galeri Semarang, 11-20 Oktober 2013 itu, seperti lukisan, instalasi, dan fotografi yang semua bertema rob.
Begitu masuk ruang pameran, pengunjung langsung disuguhi pemandangan mencolok, yakni satu vespa butut dengan bodi yang dipenuhi karat. Tampak pula jejak-jejak lumpur memanjang di belakang roda vespa itu.
Bagus Panuntun, pembuat seni instalasi itu menamai karyanya "Recycle Upgrade", kemudian terpampang pula tulisan besar "Stasiun Tawang -0,75 M" di salah satu sudut ruang pameran di lantai 1 tersebut.
Seni instalasi lain yang ditampilkan berjudul "Move O Talk Less Do More" karya Oktar Sipaniti, berupa miniatur rumah yang dibuat dari susunan pensil, akan tetapi diberi empat roda yang membuatnya bisa bergerak.
Bahkan, beberapa miniatur rumah ciptaan Oktar ada yang dipasangi balon-balon udara agar bisa melayang bebas tanpa terganggu melimpasnya air laut ke darat, sebagaimana yang dihadapi masyarakat pesisir.
Beralih ke lukisan, Hatmojo Mojo menghadirkan karyanya yang berjudul "Menjaga Keseimbangan Alam" yang melukiskan sesosok mumi memegang buku dengan satu tangan, sedangkan tangan lainnya memegang timbangan.
Seniman lainnya, I Made Arya "Denok" Dwita, menampilkan karya lukisannya yang menggambarkan sekumpulan manusia membentuk formasi hati dengan latar belakang tanaman-tanaman air yang menghijau di kawasan rawa.
Menurut sang kurator, Djuli, manusia dan alam saling berhadapan berkaitan dengan masalah rob, bahkan fenomena alam itu seperti sudah menjadi suatu simbol sosial dan budaya masyarakat pesisir Semarang.
"Lewat pameran ini, terlihat bagaimana pemaknaan fenomena alam itu di mata kalangan seniman lintas media, estetika, dan simbol. Ada sekitar 30 seniman yang berpartisipasi dalam pameran ini," katanya.
Apalagi, kata dia, sebagian besar seniman yang berpartisipasi merupakan kalangan muda sehingga diharapkan mampu memberi pemaknaan dan warna baru dalam memaknai dan menuangkan persoalan rob dalam karya seni.
"Dari karya-karya yang ditampilkan ini, tak ada kesan penaklukan (terhadap rob, red.). Tetapi, lebih pada bagaimana cara adaptasi. Bagaimana manusia saat sudah saling berhadapan dengan alam," kata Djuli.
Seorang jurnalis media lokal Semarang yang ikut menampilkan karya fotografi berjudul "Met[rob]olitan Project #1", Garna Raditya, mengaku foto-foto itu didapat dari hasil "hunting" dan arsip peliputan.
"Kami garap dalam satu tim. Fokusnya menyoroti Perumahan Tanah Mas yang dulunya terkenal permukiman elit, tapi kini `langganan` rob. Banyak rumah yang akhirnya dikosongkan, ditinggal, dijual pemiliknya," katanya. (ZLS/M029)
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013