Ada dua hal untuk membenahi sistem ini, yaitu reformasi pembiayaan partai politik dan menghapuskan hak `recall` parpol terhadap kadernya di parlemen,"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Rizal Ramli menawarkan dua konsep pembenahan sistem demokrasi dominasi politik uang dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
"Ada dua hal untuk membenahi sistem ini, yaitu reformasi pembiayaan partai politik dan menghapuskan hak `recall` parpol terhadap kadernya di parlemen," kata Rizal Ramli dalam diskusi bertajuk "Bisakah Memutus Politik Uang dalam Pilkada?" di DPD, Jakarta, Jumat.
Rizal menjelaskan reformasi pembiayaan parpol terkait biaya untuk partai diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp5 triliun.
Hal itu menurut dia untuk menghindari korupsi lebih besar yang dilakukan partai.
"Namun apabila sudah diberikan dana sebesar Rp5 triliun namun tetap masih korupsi maka partai itu harus dibubarkan," ujarnya.
Menurut dia, langkah itu agar partai fokus mencetak kader-kader yang baik untuk menjadi anggota legislatif.
Selain itu, dia menjelaskan, partai harus secara selektif menyeleksi kader yang akan direkrutnya karena terkait dalam fungsi rekrutmen politik parpol.
"Tiap tahun Rp60 triliun uang negara dicuri dalam pembahasan anggaran," tegasnya.
Rizal mengatakan ketua partai politik seharusnya tidak memiliki hak "recall" terhadap kadernya yang berada di parlemen.
Hal itu, menurut dia karena bisa menyebabkan seorang anggota DPR tidak berani menyuarakan aspirasi masyarakat.
"Masyarakat yang memiliki hak `recall` bukan ketua parpol. Karena banyak kader partai yang kritis namun ketua partai berselingkuh dengan kekuasaan," katanya.
Dia menekankan pemilu dan pemilukada yang korup hanya menghasilkan pemimpin yang tidak amanah dan tidak kompeten.
Menurut dia, pemilu yang jujur, adil, dan tanpa politik uang akan membuat demokrasi lebih bermanfaat.
Diskusi tersebut juga menghadirkan dua pembicara lainnya yaitu Ketua Panitia Akuntabilitas Publik DPD Farouk Muhammad, dan pengamat politik Noviantika Nasution.(*)
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013