Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia mengakui menerima keberatan maupun seruan anti-hukuman mati dari dunia internasional, termasuk dari Tahta Suci Vatikan serta sejumlah negara Eropa, terkait dengan rencana pelaksanaan hukuman mati pada Sabtu (12/8) dinihari bagi Tibo cs, terdakwa kasus kerusuhan Poso. "Kita menerima keberatan-keberatan, seruan-seruan itu, tidak hanya dari pemerintah atau Tahta Suci atau organisasi internasional, tapi juga pribadi-pribadi," kata Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat malam, sebelum mengikuti sidang kabinet yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pihak-pihak yang disebut Menlu Hassan tersebut menyampaikan pandangan mereka tentang bagaimana hukuman mati dalam falsafah serta praktek hukum positif negara mereka. Hassan mengisyaratkan Pemerintah Indonesia tidak terganggu dengan berbagai keberatan ataupun seruan anti-hukuman mati yang diterima dan menyatakan Indonesia sendiri akan selalu siap menjelaskan kapan saja tentang pelaksanaan hukum mati di Indonesia. "Kita juga dengan rajin menjawab bagaimana hukuman mati dalam konteks hukum positif kita. Jadi interaksi yang biasa saja," katanya. Hassan mengaku dirinya bahkan baru saja menulis surat jawaban bagi seorang warga negara Jerman yang menyampaikan keberatan serta pandangannya tentang perlunya hukukuman mati dihapuskan secara keseluruhan di Indonesia seperti layaknya di Eropa. "Kita menjelaskan bahkan sebelumnya dan pertanyaan-pertanyaan seperti itu kita jawab. Kalau ada lagi, kita jawab lagi," ujar Menlu. Fabianus Tibo, Dominggus da Silva, dan Marinus Riwu--ketiganya terpidana mati kasus kerusuhan Poso di Sulawesi Tengah (Sulteng), sedianya menghadapi regu tembak Jumat tengah malam (WIB)atau Sabtu dinihari (12/8) pukul 00:15 waktu setempat di wilayah hukum Pengadilan Negeri (PN) Palu.Akan tetapi, Kapolri Jenderal Polisi Sutanto mengatakan seusai sidang kabinet Jumat malam bahwa eksekusi itu ditunda setelah 17 Agustus 2006. Tibo dan kedua rekannya menurut Pengadilan Negeri Palu merupakan pelaku utama kasus penyerangan yang terjadi pada 23 Mei 2000, yang menelan korban tewas sebanyak 191 orang.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006