Aden (ANTARA News) - Orang-orang bersenjata menembak mati seorang perwira intelijen Yaman, Kamis, di Mukalla, sebuah ibu kota provinsi dimana militan terkait Al Qaida menguasai singkat markas militer dan melakukan penyanderaan pekan lalu, kata satu sumber keamanan.
Orang-orang yang naik sepeda-motor melepaskan tujuh tembakan ke arah Kolonel Abdullah al-Tamimi di daerah Fuah, yang menewaskannya di lokasi kejadian, dan mereka kemudian melarikan diri, kata sumber itu, lapor AFP.
Mukalla adalah ibu kota provinsi Hadramawt, Yaman selatan, dan merupakan kota pelabuhan utama.
Pada 30 September, orang-orang bersenjata dari kelompok Ansar al-Sharia yang terkait dengan Al Qaida menguasai sebuah markas militer di sana setelah penyerang bom bunuh diri menabrakkan mobilnya ke pintu gerbang.
Militer segera merebut kembali sebagian besar bangunan itu, kecuali lantai paling atas, dimana militan menyandera sejumlah prajurit.
Beberapa hari kemudian, pasukan menyerang lantai atas itu dalam operasi yang kata pemerintah menewaskan seluruh orang bersenjata dan sejumlah sandera.
Puluhan aparat keamanan dan militer dibunuh dalam dua tahun terakhir di Yaman, banyak diantaranya akibat ledakan bom yang dipasang di mobil mereka atau ditembak oleh penyerang berkendaraan, yang sering dituduhkan pada Al Qaida Yaman dan sekutunya.
Militan Al Qaida memperkuat keberadaan mereka di kawasan tersebut, dengan memanfaatkan melemahnya pemerintah pusat akibat pemberontakan anti-pemerintah yang meletus pada Januari 2011 yang akhirnya melengserkan Presiden Ali Abdullah Saleh.
Ofensif pasukan Yaman yang diluncurkan pada Mei 2011 berhasil menghalau militan Al Qaida dari sejumlah kota dan desa di wilayah selatan dan timur yang selama lebih dari setahun mereka kuasai.
Meski melemah, jaringan teror itu masih bisa melancarkan serangan-serangan terhadap sasaran militer dan polisi.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari 2012 menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abd-Rabbu Mansour Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Penerjemah: Memet Suratmadi
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013