Jakarta (ANTARA News) - Peneliti senior Indonesian Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyambut baik langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri atas nama Amir Hamzah dan Kasmin Saelani, terkait Pilkada Kabupaten Lebak, Banten.
Dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Selasa, Karyono mengatakan, sebagaimana pemberitaan di media massa bahwa KPK telah mengeluarkan surat pencegahan terhadap Amir Hamzah dan Kasmin Saleani berdasarkan Keputusan KPK NO. SKEP.704/01/10/2013 tanggal 7 Oktober 2013 berlaku untuk masa 6 bulan ke depan.
Karyono mengatakan, tertangkapnya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, oleh KPK pada Rabu malam (2/10) membuka tabir seputar sengketa sejumlah pilkada, khususnya Pilkada Kabupaten Lebak, Banten.
Dia mengatakan, kasus suap itu salah satunya diduga terkait gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak. Seperti diberitakan, MK pada (1/10) telah mengabulkan gugatan pemohon, dalam hal ini pasangan calon bupati Lebak Amir Hamzah - Kasmin. Pasangan Amir Hamzah-Kasmin ini kalah dengan pasangan Iti Octavia- Ade Sumardi dalam Pilkada Kabupaten Lebak. Tetapi melalui Keputusan Nomor 111/PHPU.D-XI/2013, MK memerintahkan kepada KPUD Kabupaten Lebak untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Karyono mengatakan, atas kasus dugaan suap tersebut, selain Akil Mochtar, KPK telah menetapkan TB Chaery Wardhana (TCW), alias Wawan, adik kandung Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah sebagai tersangka. Dalam kasus dugaan suap tersebut, KPK juga menetapkan STA yang statusnya sebagai pengacara Amir Hamzah sebagai tersangka.
Dia menilai terbongkarnya kasus dugaan suap di Mahkamah Konstitusi yang melibatkan TCW telah mengkonfirmasi pendapat publik selama ini, bahwa ada dugaan politik dinasti yang terjadi di Banten.
Menurut Karyono yang juga mantan peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu, dinasti politik yang terjadi dimana pun memiliki kecenderungan kuat untuk membangun kartel bisnis. "Jadi, dinasti politik saling berhubungan dengan kartel bisnis. Ini berbahaya bagi demokrasi dan mengancam asas keadilan," katanya. (*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013