... tawarkan filosofi masyarakat Bali untuk pembangunan berkelanjutan... "

Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - Pembangunan ekonomi selalu dinilai berdampak negatif bagi lingkungan sehingga diperlukan langkah progresif agar kedua hal tersebut berjalan seiringan dan konsep itu yang mengemuka dalam KTT APEC 2013, di Nusa Dua, Bali.

Dalam Konferensi Internasional di Bidang Biologi Tropika dengan tema Enhancing and Promoting the Real Values of Tropical Biodiversity of Southeast Asia di Institut Pertanian Bogor mengemuka semakin parahnya kerusakan ekosistem di dunia dan khususnya di kawasan Asia Tenggara.

Konferensi itu menyebutkan kerusakan ekosistem yang terjadi mulai tahun 1970 hingga 2012 telah mengakibatkan hilangnya 30 persen keragaman hayati di dunia.

Namun yang lebih mengkhawatirkan lagi di kawasan Asia Tenggara, kerusakan yang terjadi telah menyebabkan degradasi ekosistem dan lingkungan yang membawa pada kepunahan 60 persen dari keragaman hayati di kawasan tersebut.

Tentu contoh yang paling mudah dicontohkan adalah mengenai pembukaan lahan untuk pembuatan jalan yang diklaim untuk memperlancar arus barang dan jasa namun dengan mudahnya membabat habis hutan.

Dalam rangkaian KTT APEC 2013, Indonesia menawarkan harmonisasi kehidupan masyarakat Bali yang dikenal dengan Tri Hita Karana. Konsep tersebut digunakan untuk pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan kelesatarian lingkungan dalam pertumbuhan ekonomi.

Konsep tersebut mengharmonisasikan nilai-nilai manusia, masyarakat dan alam yang diterapkan dalam pembangunan berkelanjutan.

"Kami tawarkan filosofi masyarakat Bali untuk pembangunan berkelanjutan," kata salah satu pimpinan Dewan Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN SDSN), Mari Pangestu, dalam acara Konferensi Internasional Tri Hita Karana untuk Pembangunan Berkelanjutan dalam rangkaian KTT APEC 2013, di Nusa Dua, Bali, Minggu (6/10).

Konsep tersebut dilanjutkan dengan pembentukan jaringan untuk mewujudkan kelesatarian lingkungan dalam pembangunan.

Jaringan tersebut lebih dimaksudkan dengan terhubungnya berbagai kalangan dari akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan sektor swasta untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dan jaringan tersebut mengacu kepada Pembangunan Jaringan Solusi Berkelanjutan (SDSN) dibawah PBB.

Di tingkatan PBB, para akademisi dari seluruh dunia dipimpin Direktur Pembangunan Jaringan Solusi Berkelanjutan (SDSN) PBB, Jeffrey D Sachs.

"Jaringan tersebut terdiri atas perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat dan sektor swasta serta melibatkan pemerintah daerah untuk mensukseskan program pembangunan berkelanjutan," kata Pangestu.

PBB membentuk program pembangunan berkelanjutan sebagai kelanjutan dari berakhirnya program Target Pembangunan Milenium (MDG`s) yang akan berakhir 2015.

Setelah program MDG`s berakhir maka dibentuk program pembangunan berkelanjutan mulai 2015 hingga 2030. Dalam rentang jarak 15 tahun itu, fokus utamanya adalah pengentasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi namun bumi serta lingkungan harus tetap terjaga.

Tentu saja untuk menyusun program berkelanjutan tersebut tidak hanya melibatkan para politisi dan pengambil kebijakan saja namun juga harus mengajak kalangan ilmuan.

Jaringan global tersebut juga melingkupi ilmuan-ilmuan di seluruh dunia.

Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim menilai Indonesia harus memperhatikan kelesatarian lingkungan dalam pembangunan ekonomi di dalam negeri.

Emil menegaskan proses pembangunan yang dijalankan di Indonesia harus ramah lingkungan dan menuju pada nilai tambah produk.

Nilai tambah tersebut menurut dia seperti menjadikan komoditas sumber daya alam Indonesia menjadi barang yang beragam.

Indonesia dan dunia dalam perkembangannya kedepan dipastikan akan mengalami pertambahan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk tersebut diharapkan jangan sampai berkorelasi dengan meningkatnya perusakan lingkungan.

Emil Salim menegaskan proses pembangunan yang dijalankan di Indonesia harus ramah lingkungan dan menuju pada nilai tambah produk.

Nilai tambah tersebut menurut dia seperti menjadikan komoditas sumber daya alam Indonesia menjadi barang yang beragam.

Komitmen Negara-Negara

Jeffrey D Sachs dalam pidatonya di Konferensi Internasional Tri Hita Karana untuk Pembangunan Berkelanjutan dalam rangkaian KTT APEC di Nusa Dua, Bali, Minggu (6/10) memuji komitmen Indonesia dalam pembangunan berkelanjutan dengan pembuatan jaringan untuk mengembangkan program tersebut sebagai kelanjutan dari Sasaran Pembangunan Milenium, yang akan berakhir 2015.

PBB menurut Sachs sudah berkomitmen agar pertumbuhan ekonomi berjalan dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.

Untuk menghubungkan jaringan intelektual dan LSM di seluruh dunia, menurut dia, PBB akan mendukung penuh Indonesia dalam pendirian pusat penelitan bersama negara lain bagi pengembangan program pembangunan berkelanjutan.

Komitmen dari semua negara sangat dibutuhkan dalam berjalannya proses pembangunan berkelanjutan tersebut. Artinya tidak hanya komitmen dari negara-negara berkembang namun juga dari negara maju.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry dalam sesi ke-12 APEC CEO Summit di Nusa Dua, Bali, Senin (7/10) menekankan pentingnya pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi termasuk di kawasan Asia-Pasifik.

Menurut dia diperlukan komitmen global untuk mengatasi masalah lingkungan yang terjadi, seperti cuaca ekstrim, badai, dan banjir. Selain itu dia mengajak semua negara meningkatkan efisiensi energi yang digunakan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi di semua negara termasuk kawasan Asia Pasifik.

Dalam KTT APEC 2012, Indonesia gagal memasukkan beberapa produk unggulannya sebagai produk ramah lingkungan, yaitu minyak sawit mentah (CPO) dan karet.

Misalnya Australia menetapkan Undang-Undang Food Standards Amandement (Truth and Labeling-Palm Oil) tahun 2011. Ekspor minyak sawit Indonesia ke Australia pada 2010 sekitar 80 ton sedangkan total keuntungan ekspor diperkirakan 73 ribu dolar AS.

Menteri Perdagangan Indonesia Gita Wirjawan mengatakan para anggota APEC setuju produk CPO, karet, dan rotan Indonesia sebagai produk ramah lingkungan (enviromental good list) pada KTT APEC 2013.

Karena itu CPO termasuk ke dalam daftar 54 produk ramah lingkungan. Dampaknya pada 2015 tarif maksimum sebesar 5 persen ke semua anggota APEC.

Tentu saja prakarsa Indonesia ini menurut Gita juga akan memberi kontribusi bagi pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan.

Hal itu kata dia pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran pentingnya pelestarian lingkungan karena masyarakat pedesaan merasakan langsung manfaat ekonominya.

Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sesi ke 13 APEC CEO Summit pada Senin (7/10) juga memberikan komitmen negaranya untuk berkontribusi bagi kelestarian lingkungan.

"Rusia menyatakan kesiapannya untuk selaras dengan masyarakat internasional mengurangi efek rumah kaca dan bergabung dalam dialog multilateral," kata Vladimir Putin.

Posisi Rusia, menurut Putin, mengambil komitmen kuat mengurangi emisi dan menjalankan proses tersebut dengan sukses. Selain itu, dia menatakan Rusia juga mengonsolidasikan dengan negara-negara penghasil emiten gas terbesar seperti China dan Amerika Serikat untuk menyukseskan program tersebut.

Putin mengatakan polusi lingkungan sangat terkait dengan pembangunan dan pertumbuhan yang dijalankan dalam kegiatan masyarakat. Karena itu, menurut dia, diperlukan teknologi baru dan terdepan untuk memelihara lingkungan dan di sisi lain mendorong terjadinya pertumbuhan.

Pertumbuhan ekonomi dengan tidak memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan, tentu menjadi pertaruhannya. Keseimbangan antara alam, manusia dan masyarakat tentu harus diperhatikan agar bumi tetap lestari sehingga generasi mendatang bisa menikmati dan memanfaatkannya dengan baik.

Oleh Imam Budilaksono
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013