"Banyak alasan mengapa umat Islam tidak boleh golput dalam pemilu, salah satunya akan mempersilahkan orang lain yang tidak memiliki kapasitas untuk memimpin," kata Mansur Basir, dari Kanwil Kemenag Provinsi Gorontalo, dalam acara KPU "Goes to Campus" di Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Selasa.
Alasan lainnya, kata dia, akses komunikasi politik menjadi buntu sehingga kebijakan yang lahir tidak aspiratif.
Di sisi lain, suka atau tidak suka masyarakat harus tetap taat kepada aturan negara.
Menurutnya, dalam pandangan Islam ada hubungan erat antara politik dan Islam yang tampak pada isu kevakuman kepemimpinan setelah Rasulullah wafat.
"Berbagai pandangan ulama seperti Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa, mengangkat seorang pemimpin adalah suatu keharusan. Pemilu adalah satu cara yang ditempuh untuk memilih pemimpin," ujarnya di hadapan ratusan mahasiswa atau pemilih pemula.
Dalam kaidah hukum Islam, lanjutnya, terpilihnya pemimpin yang adil adalah tujuan, sedangkan pemilu adalah alat (wasilah). Hukum wasilah sama dengan hukum meraih tujuan.
Sementara hukum golput dalam Islam adalah haram jika bermaksud menggagalkan pemilu, "makruh" jika bersikap acuh tak acuh, "mubah" jika tidak memiliki pengetahuan mendalam tentang orang yang akan dipilih.
"Golput menjadi wajib bila keseluruhan calon yang akan dipilih bersepakat untuk membuat bencana bagi bangsa ini," tambahnya.
Sementara dalam perspektif Majelis Ulama Indonesia, apabila seorang muslim tidak menggunakan hak pilihnya, padahal ada calon pemimpin yang memenuh syarat seperti beriman, bertakwa, jujur, terpercaya, aktif dan aspiratif maka hukumnya haram.
Pewarta: Debby Hariyanti Mano
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013