Asset-asset kita dinikmati orang luar: pemerintah menerima lima persen (dari kekayaan negara) dan 95 persen lainnya menguap ke luar"
Riyadh (ANTARA News) - Kendati negeri mereka memiliki kekayaan minyak paling besar di dunia, banyak warga Arab Saudi mengeluhkan besaran gaji mereka tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup. Melalui Twitter mereka menuntut peningkatan upah.
Satu hashtag "gaji tidak cukup" diluncurkan belum lama ini di laman mikroblog tersebut, dan memicu lebih dari 17,5 juta tweet yang melukiskan frustasi dari banyak orang Saudi mengenai gaji mereka.
Para pengampanyenya menyeru Raja Abdullah menerbitkan dekrit kenaikan gaji pegawai negeri di negara pengekspor minyak terbesar di dunia tersebut.
Gaji pokok bulanan PNS Arab Saudi berkisar antara 3.945 riyal (Rp12 juta) sampai 24.750 riyal (Rp75 juta), sedangkan untuk pegawai swasta rata-rata gaji orang Saudi adalah 6.400 riyal (Rp19,5 juta), padahal di negara-negara Teluk lainnya gaji swasta rata-rata 15.299 riyal (Rp46 juta).
"Para pejabat berhentilah mencuri...korupsi telah mengambil segalanya dan rakyat menjadi korban," tweet wartawan Fahd al-Fahid.
Yang lainnya memposting foto yang menggambarkan kesengsaraan di negeri itu, seperti seorang wanita yang memilah-milah sampah, keluarga-keluarga yang hidup di rumah buruk, dan murid-murid sekolah yang berjejalan di truk-truk tua.
Beberapa dari mereka memposting kartun yang salah satunya memperlihatkan seorang pria Saudi di bawah bayangan pohon kurma yang daunnya menjalar jauh ke luar perbatasan Saudi.
Keterangan kartun itu berbunyi, "Asset-asset kita dinikmati orang luar: pemerintah menerima lima persen (dari kekayaan negara) dan 95 persen lainnya menguap ke luar."
Contohnya, Arab Saudi mengumumkan bantuan senilai lima miliar dolar AS untuk Mesir sejak militer Mesir menumbankan Presiden Mohamed Morsi awal Juli lalu.
"Inflasi dan terus naiknya harga-harga dalam beberapa tahun telah berdampak serius terhadap daya beli masyarakat," kata ekonom Abdullah al-Almi kepada AFP. Hasilnya, jumlah kelas menengah menyusut.
Pengangguran bertengger pada angka 12,5 persen dan ini berdampak pada kaum muda yang mengambil porsi 60 persen dari toal 20 juta penduduk asli Saudi.
Pasar lapangan kerja tetap didominasi orang asing yang sebagian besar berasal dari Asia Tenggara yang umumnya mau menerima umpah yang rendah.
Pemerintah pun mengenalkan kebijakan "saudisasi" lapangan kerja dengan harapan bisa mengurangi pengangguran pada warganya yang juga terkenal gemar berbelanja.
"Hampir 80 persen warga Saudi kini hidup dari pinjaman bank," kata konsultan ekonomi Zeid al-Rummani, sembari menegaskan bahwa warga Saudi umumnya berbelanja lebih besar ketimbang penghasilannya sendiri.
Harga rumah yang naik akibat melonjaknya harga tanah dan properti telah sangat menekan pendapatan, kata dia.
"Kenaikkan harga properti yang sudah tak terkendali lagi, adalah kejahatan," keluh Abdelhamid al-Amri lewat tweet-nya.
Saudi tidak sendirian memanfaatkan Twitter untuk menyuarakan keluhan ekonomi. Keluhan serupa juga muncul dari negara-negara kaya Teluk lainnya.
Di Kuwait, para aktivis muda meluncurkan dua kampanye lewat Twitter untuk mendesak emirat kaya minyak itu untuk mempercepat rencana perumahan untuk keluarga Kuwait yang beberapa di antaranya telah menunggu selama 15 tahun.
Kampanye berjudul "Nater Bait" atau "menunggu sebuah rumah", dan "Watan Belijar" atau "rumah sewa", tergolong sukses, terutama di kalangan 107 ribu keluarga Kuwait yang berada dalam status menunggu rumah.
Kuwait memiliki penduduk 1,2 juta dengan asset keuangan lebih dari 400 miliar dolar AS. Pemerintah membangun perumahan untuk orang Kuwait dengan bunga nol persen selama 30 tahun.
Orang-orang di belakang kampanye ini kini berencana melobi parlemen yang baru terpilih agar menempatkan masalah perumahan dalam prioritas tertinggi, demikian AFP.
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013