Menurut saya, ini (putusan MK) perlu didorong agar DPR membuka ruang untuk merevisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu
Jakarta (ANTARA) - Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas parlemen perlu didorong agar DPR merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Menurut saya, ini (putusan MK) perlu didorong agar DPR membuka ruang untuk merevisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," kata Anto, panggilan akrabnya, ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.

Diketahui, MK pada sidang pleno Kamis (29/2) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

MK dalam amar putusan-nya, meminta pembentuk undang-undang untuk mengatur ulang besaran angka dan persentase ambang batas parlemen dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu agar lebih rasional.

MK juga menyatakan pasal tersebut konstitusional untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya, sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen.

Baca juga: Fraksi PKB DPR RI masih kaji angka ambang batas parlemen yang tepat

Baca juga: Peneliti harap putusan ambang batas parlemen bisa wakili suara rakyat

Anto mengatakan, apabila putusan MK tersebut menghasilkan besaran ambang batas parlemen yang baru, angka itu diharapkan dapat merepresentasikan suara rakyat, tidak membuang suara rakyat, dan juga bisa mendorong agar kinerja legislatif lebih baik lagi ke depannya.

Ia menilai, besaran batasan angka yang tepat adalah di bawah empat persen agar ada semakin banyak fraksi partai politik (parpol) di parlemen.

"Karena kalau melihat komposisi sekarang itu hanya terbatas di 8-9 fraksi. Dengan melihat performa dari parlemen kita, seharusnya fraksi-fraksi-nya bisa ditambah lagi, bukan diperkecil, agar lebih beragam pandangannya dan pola pengawasannya juga lebih kuat," ujar dia.

Maksud dari pola pengawasan, lanjutnya, adalah partai pendukung pemerintah tidak boleh sekadar “memberikan cap stempel” untuk kebijakan yang dihasilkan atau diusung oleh pemerintah.

"Partai koalisi dengan legislatif seharusnya menjalankan perannya. Ada fungsi check and balance yang itu sangat penting. Makanya, dengan adanya keputusan MK ini, menurut saya seharusnya angka ambang batasnya itu lebih rendah dibanding hari ini," tegasnya.

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024