Kabul (ANTARA News) - Presiden Afghanistan Hamid Karzai hari Minggu mengecam NATO atas serangan udara mereka di wilayah timur yang menewaskan lima warga sipil, termasuk tiga anak.
Serangan Jumat itu dilakukan setelah penembakan mortir terhadap pangkalan gabungan NATO-Afghanistan di dekat sebuah desa di luar kota Jalalabad, kata beberapa pejabat setempat dan NATO.
"Presiden Hamid Karzai mengecam keras serangan udara NATO yang katanya menewaskan lima warga sipil, termasuk tiga pelajar berusia 10, 14 dan 16 tahun, di provinsi wilayah timur, Nangarhar, pada Jumat malam," kata istana presiden dalam sebuah pernyataan.
Ketiga pelajar itu kakak-beradik, kata pernyataan itu.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO semula membantah ada korban sipil dalam serangan itu namun kemudian melakukan penyelidikan atas insiden tersebut.
"ISAF menanggapi serius semua tuduhan mengenai kematian sipil dan bekerja sama dengan mitra-mitra Afghanistan kami untuk memastikan hal itu," kata seorang juru bicara NATO, Sabtu.
Serangan itu dilakukan kurang dari sebulan setelah NATO terpaksa melakukan penyelidikan serupa ketika serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada pemimpin-pemimpin Al Qaida dan Taliban mengenai sebuah truk dan menewaskan delapan wanita serta anak-anak.
Kematian sipil dalam serangan NATO telah lama menjadi sumber perpecahan antara pemerintah Afghanistan dan pasukan NATO pimpinan AS.
Pada Februari, Karzai memerintahkan larangan gempuran udara NATO di negara itu setelah serangan mereka menewaskan 10 warga sipil di Kunar, daerah di perbatasan dengan Pakistan yang merupakan markas gerilyawan yang dipimpin Taliban dan juga terdapat militan-militan asing.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara dikirim ke Afghanistan untuk membantu pemerintah Kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.
Pada Oktober 2011, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.
Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan, demikian Reuters.
(M014)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013