Bali, 6/10 (ANTARA) - Perikanan tangkap yang berkelanjutan atau Sustainable Fishery, yang sudah dipraktekkan nelayan Indonesia, bisa menjadi contoh bagi nelayan di negara lain. Perikanan tangkap, khususnya yang dilakukan nelayan tuna long line di Indonesia sudah memenuhi standart baku seperti apa yang diinginkan pasar internasional. Demikian disampaikan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John F. Kerry saat mengunjungi kawasan pelabuhan perikanan Benoa, Bali, Minggu (6/10).
Menlu John F. Kerry yang ditunjuk mewakili Presiden Amerika Serikat, Barack Obama untuk menghadiri pertemuan kepala negara anggota APEC di Bali memaparkan, AS telah berupaya beragam hal guna meningkatkan praktik perikanan berkelanjutan antara lain dengan melakukan kerja sama antara pihak USAID dengan sejumlah pihak di Indonesia yang menerapkan praktik tersebut.
Apalagi, ujar dia, pihaknya juga menyadari bahwa terdapat sekitar 60 juta warga Indonesia yang mata pencahariannya bergantung kepada lautan dan perikanan. "AS memiliki minat yang dalam dengan nelayan," katanya.
Menlu John F Kerry yang didampingi Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo juga menegaskan, kondisi perikanan tangkap dunia saat ini mengalami penurunan cukup signifikan. Kondisi tersebut juga dialami sektor perikanan di Amerika Serikat, khususnya di wilayah New England, Amerika Serikat Bagian Timur Laut. “Permasalahan perikanan tangkap yang dialami Indonesia juga di alami Amerika Serikat. Terutama terjadinya penurunan jumlah penangkapan menjadi permasalahan utama. Untuk itu praktek perikanan tangkap yang berkelanjutan menjadi sangat penting,” katanya.
Menlu John F. Kerry yang secara langsung juga meninjau kondisi kapal nelayan tuna long line di kawasan pelabuhan ikan Benoa Bali, memberikan apresiasi terhadap penanganan ikan pasca penangkapan hingga proses pengolahan. Proses pengolahan ini menjadi sangat penting, mengingat untuk mendapatkan kualitas tuna yang baik perlu penanganan tuna sesuai prosedur. Apalagi pasar AS, untuk produk tuna Indonesia cukup besar. Di antaranya, produk tuna beku Anova, yang diproduksi PT Balinusa Windutama, merupakan produk impor terbesar dari Indonesia yang hingga kini beredar di pasar Amerika.
KEMITRAAN STRATEGIS
Sementara itu menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo, kunjungan Menlu AS John F. Kerry langsung ke nelayan membuktikan bahwa kegiatan perikanan tangkap di Indonesia sudah memenuhi standar baku yang ditetapkan negara importir. Apalagi kunjungan Menlu John F Kerry, juga ingin melihat langsung kondisi perikanan serta penanganan pasca tangkap di Indonesia, yang selama ini menjadi salah satu eksportir produk perikanan ke pasar AS. “Kunjungan Menlu AS John F Kerry, juga ingin memastikan kondisi perikanan di Indonesia, termasuk kepastian pasokan untuk kebutuhan pasar Amerika Serikat,“ katanya.
Sharif menjelaskan, kunjungan Menlu AS John F Kerry, sekaligus sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kerjasama kemitraan strategis di bidang kelautan dan perikanan dengan AS. Apalagi melalui APEC, Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk meningkatkan hubungan bilateral di berbagai bidang melalui optimalisasi pertemuan Komisi Bersama. Hubungan RI–AS dalam beberapa tahun ini telah menunjukkan indikasi yang semakin positif ditandai dengan meningkatnya neraca perdagangan bilateral dalam dua tahun terakhir. Neraca perdagangan tertinggi tercatat pada tahun 2011 dengan nilai US$ 26,5 milyar. “Melalui kerjasama APEC, menjadi momen penting untuk menunjukkan sektor kelautan dan perikanan bisa menjadi prime mover pembangunan nasional,” tandasnya.
Menlu AS, kata Sharif, juga sepakat untuk meningkatkan kerjasama bidang kelautan dan perikanan. Di mana, selama ini kerja sama bilateral RI-AS dalam pembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dengan National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA). Kerjasama tersebut difokuskan pada penguatan kapasitas dalam memerangi IUU Fishing, meningkatkan Port State Measure, menguatkan kapasitas Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui berbagai pelatihan, dan memperkuat kerjasama dalam Program Mitra Bahari (Sea Grant Partnership). Kemudian, ada kerja sama eksplorasi laut dalam yang dilaksanakan melalui Indonesia Exploration' Sangihe Talaud Region. “Kerjasama bilateral tersebut dapat menjadi pijakan bagi kedua negara untuk melanjutkan kerja sama kemitraan yang lebih erat dalam bidang kelautan dan perikanan," ujarnya.
Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi kelautan. Kerja sama tersebut sudah diimplementasikan melalui program Indonesia Marine and Climate Support (IMACS). Program ini merupakan bantuan hibah USA melalui USAID.
Kerjasama kedua negara ini, sekarang semakin meluas di berbagai sektor. Di antaranya penanggulangan kerusakan lingkungan dan penangganan bencana alam. Dalam hal ini termasuk kerjasama dalam pengelolaan perikanan berkelanjutan dan adaptasi perubahan iklim. “Dari kunjungan Menlu AS, juga disinggung mengenai rencana bantuan AS dalam pengolahan data. Terutama data tentang potensi ikan dan data perubahan cuaca, sehingga memudahkan nelayan untuk menangkap ikan dengan efektif,” katanya.
Sharif menambahkan, kedua negara sepakat memandang pentingnya optimalisasi dalam pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang berkesinambungan. Termasuk menjaga kelestariannya yang sangat erat hubungannya dengan ketahanan pangan. KKP telah melakukan kebijakan sebagai upaya peningkatan produktivitas sumberdaya kelautan dan perikanan melalui industrialisasi dengan strategi pengembangan berbasis pasar.
“Untuk itu, KKP melakukan penerapan konsep Blue Economy dengan tujuan memperkuat pengelolaan potensi kelautan secara berkelanjutan, produktif, dan berwawasan lingkungan. Pendekatan Blue Economy juga akan mendorong pengelolaan sumber daya alam secara efisien melalui kreativitas dan inovasi teknologi,” tutupnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013