... pasar China tidak akan berkembang... "
Nusa Dua, Bali (ANTARA News) - China menganggap ketergantungan pasar dalam negeri yang sangat tinggi di negaranya merupakan tantangan tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi domestik dan kawasan.

Menurut pemimpin COFCO Corporation, Frank Gaoning Ning, dalam sesi kedua APEC CEO Summit, di Nusa Dua, Bali, Minggu, China menghadapi tantangan tersendiri di tengah kondisi ekonomi yang tumbuh pesat, salah satunya adalah ketergantungan pada pasar dalam negeri yang relatif tinggi.


Ning menjadi pembicara di sesi kedua APEC CEO Summit --bagian rangkaian KTT APEC 2013-- bersama Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, Pemimpin PricewaterhouseCoopers International Ltd, Dennis Nally, Presiden dan CEO Moody's Corporation, Raymond McDaniel Jr.

"Harus diakui, jumlah penduduk China yang besar, nomor satu di dunia merupakan pasar yang potensial. Namun, di sisi lain hal itu menjadi tantangan tersendiri karena membuat China cenderung hanya mengandalkan pasar dalam negeri," kata Ning.

Ketergantungan pada pasar dalam negeri, lanjut Ning, berpengaruh pada daya saing global China karena hanya mengacu pada selera pasar domestik da tidak tertutup kemungkinan akan muncul proteksionisme secara otomatis karena kondisi tersebut.

Di satu sisi, proteksionisme akan menghalangi tercapainya liberalisasi ekonomi di antara ekonomi-ekonomi APEC.

"Di sisi lainnya, pasar China tidak akan berkembang," kata dia.

Selain ketergantungan pasar dalam negeri yang tinggi, Ning mengatakan China juga terlalu mengandalkan tenaga kerja dalam negeri dan depresiasi mata uang untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Ketergantungan pada tenaga kerja dalam negeri telah membuat arus ubarnisasi besar-besaran di China, sekitar 10 atau 15 juta orang pindah ke kota-kota besar untuk mencari kerja, akibatnya pertumbuhan tidak merata dan muncul masalah-masalah sosial.

"Hal ini juga akan menjadi hambatan dalam meningkatkan konektivitas antara China dengan kawasan Asia-Pasifik, terutama dalam hal `people-to-people contact`," kata dia.

Namun, Ning optimistis China masih menjadi negara tujuan turis dan investasi sekaligus pelancong dan investor terbesar di dunia.

"Saat ini China sedang bertumbuh, terus mengembangkan pembangunan infrastruktur dan nilai investasi kami mencapai 800 milyar dolar Amerika," kata dia.

Pewarta: Azi Fitriyanti
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013