Tidak logis seorang investor yang menanam modal tidak mau mengetahui soal perusahaannya. Apalagi tidak ada pembukuan-nya
Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Djuyamto mencecar mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono karena dinilai memberi jawaban yang tidak logis dalam sidang pemeriksaan dugaan penerimaan gratifikasi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat.
"Tidak logis seorang investor yang menanam modal tidak mau mengetahui soal perusahaannya. Apalagi tidak ada pembukuan-nya," ujar Djuyamto.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umu Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menanyakan beberapa pertanyaan kepada Andhi mengenai hasil usahanya bersama seseorang dari pihak swasta bernama Sia Leng Salem.
Adapun terkait beberapa transaksi mencurigakan yang masuk ke rekening Andhi, dirinya mengklaim bahwa transaksi tersebut merupakan hasil investasi bersama Sia Leng Salem. Namun, di tengah pertanyaan JPU KPK, Hakim Djuyamto menginterupsi lantaran menilai banyak jawaban Andhi yang tidak masuk akal.
"Saya tanya, yang namanya orang berinvestasi itu tujuannya apa?" tanya Hakim Djuyamto.
"Untuk mendapatkan keuntungan yang mulia," jawab Andhi.
"Agar tahu bahwa perusahaan itu untung atau rugi dari mana Anda tahu?" tanya Djuyamto lagi.
"Saya mengetahui untungnya ketika Pak Sia Leng Salem memberikan hasil usaha kepada saya pak," kata Andhi.
"Baik, memberikan hasil usaha. Terus orang yang menanamkan modal itu perlu tidak untuk mengetahui sebenarnya untung hasil usahanya berapa?" cecar Hakim.
"Awalnya seperti itu, saya pernah menanyakan kepada Pak Salem, tetapi Pak Salem meminta saya untuk percaya saja dengan dia karena dia yang mengerjakan usaha dan saya hanya berinvestasi," jawab Andhi.
"Saya tanya, bukan soal saudara percaya sama Sia Leng Salem, saudara sendiri selaku investor supaya mengetahui untungnya sekian, besarnya sekian, dari mana saudara tahu?" tanya Hakim Djuyamto lagi.
"Saya hanya mempercayai saudara Sia Leng Salem saja pak," jawab Andhi.
Dengan berbagai jawaban tersebut, Hakim Djuyamto menilai seluruh jawaban Andhi sangat aneh dan lucu, mengingat Andhi bukan merupakan orang biasa yang tidak paham mengenai investasi.
"Sangat aneh dan lucu kalau saudara mengatakan seperti itu," ucap Djuyamto.
Baca juga: KPK sita tujuh bidang tanah dan Ford Mustang Andhi Pramono
Baca juga: KPK sita tiga bidang tanah dan 14 ruko milik Andhi Pramono di Kepri
Baca juga: Majelis hakim tolak eksepsi Andhi Pramono
Hakim Djuyamto pun kemudian bertanya kepada Andhi mengenai cerita Andhi yang mengaku perusahaan tempat Andhi berinvestasi tersebut tidak pernah mengalami kerugian.
"Perusahaan tidak pernah rugi itu kan luar biasa, pajak-nya bagaimana? Yang ngurus siapa pajak-nya?" tanya Djuyamto.
Andhi pun tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut, sehingga Hakim kembali menanyakan pertanyaan yang sama.
"Hasil yang saudara terima dari investasi ini pajak-nya bagaimana?" tanya Hakim lagi.
"Pajak-nya belum saya bayarkan yang mulia," jawab Andhi.
"Pajak tidak dibayar?" tanya Djuyamto.
"Waktu itu belum sempat 'kepikiran', seperti itu yang mulia," ucap Andhi.
"Kenapa tidak 'kepikiran'? Jelas-jelas saudara orang pemerintahan kok?" cecar Hakim.
"Mungkin begini yang mulia, karena waktu itu sampai tahun 2010 juga saya belum menerima langsung dari Pak Sia Leng Salem," jawab Andhi.
Hakim Djuyamto pun langsung memotong jawaban Andhi dengan menegaskan apakah pajak dari hasil usaha bersama Sia Leng Salem tersebut sudah dibayarkan. Setelah itu barulah Andhi menjawab bahwa pajak dari hasil investasi-nya sudah dibayarkan melalui program tax amnesty (pengampunan pajak) tahun 2016.
"Sejak awal saya sudah suruh Anda terus terang apa adanya, baru dua pertanyaan dari saya saudara sudah tidak bisa menjawab dengan benar," ucap Hakim Djuyamto menegaskan.
Sebelumnya, JPU KPK mendakwa Andhi Pramono menerima gratifikasi senilai total Rp58,9 miliar dari sejumlah pihak terkait pengurusan kepabeanan impor, yang meliputi sebanyak Rp50,29 miliar, 264.500 dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp3,8 miliar, serta 409.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp4,88 miliar.
Andhi didakwa dengan pasal gratifikasi, yakni Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024