Data dari pemerintah menunjukkan bahwa dengan kita menjadi anggota OECD, itu akan meningkatkan GDP (Produk Domestik Bruto) Indonesia sekitar 0,94 persen

Jakarta (ANTARA) - Koordinator Substansi Kerja Sama Ekonomi dan Keuangan Multilateral dan Lembaga Pembiayaan Internasional Kemenko Perekonomian Muhammad Hadianto mengatakan, keanggotaan Indonesia di Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dapat meningkatkan PDB negara hingga 0,94 persen.

“Data dari pemerintah menunjukkan bahwa dengan kita menjadi anggota OECD, itu akan meningkatkan GDP (Produk Domestik Bruto) Indonesia sekitar 0,94 persen,” kata Hadianto dalam Diskusi Publik Indef yang digelar secara virtual di Jakarta, Kamis.

Selain itu dengan keanggotaan resmi OECD, Indonesia dapat berkontribusi terhadap PDB negara anggota OECD lainnya.

Contohnya Indonesia dapat berkontribusi sekitar 0,35 persen terhadap PDB AS, serta mampu berkontribusi sekitar 0,3 persen terhadap PDB 22 negara Uni Eropa lainnya.

Keuntungan lain yang akan didapatkan Indonesia apabila menjadi anggota resmi OECD yakni peningkatan reputasi yang akan berujung pada meningkatnya arus investasi dari negara-negara maju.

Hadianto menilai, keanggotaan Indonesia mampu menarik investasi dari negara-negara anggota OECD ke Indonesia sekitar 0,37 persen secara progresif.

“Sementara kalau kita tidak gabung dengan OECD, maka investment kita akan turun sekitar 1,11 persen, ini kita bicara bunga investasi dan perdagangan dengan anggota-anggota OECD ya,” ujarnya.

Adapun saat ini proses keanggotaan Indonesia ke OECD masih dalam tahap aksesi. Proses aksesi sendiri merupakan proses di mana 38 negara anggota meninjau secara mendalam calon negara kandidat dari berbagai aspek sebelum dapat diterima sebagai anggota resmi OECD.

Proses tersebut rata-rata memakan waktu lima hingga tujuh tahun ke depan. Namun, pemerintah Indonesia berharap aksesi OECD dapat diselesaikan dalam dua sampai tiga tahun. Hal itu menimbang Indonesia yang telah ​​menjadi negara dengan proses persetujuan aksesi OECD paling cepat, yakni hanya tujuh bulan.

“Kita belum diterima menjadi anggota tetap OECD tetapi negara-negara anggota OECD semuanya menyetujui diskusi aksesi. Jadi menyetujui bahwa Indonesia itu bisa masuk untuk proses menjadi anggota OECD," terang Hadianto.

Lebih lanjut, Hadianto menilai bahwa proses aksesi OECD juga dapat menjadi katalis untuk merumuskan kebijakan dan regulasi yang lebih unggul bagi Indonesia.

Dengan posisi Indonesia yang sudah disetujui ke dalam tahap aksesi, pemerintah saat ini menunggu peta jalan (roadmap) aksesi yang sedang disusun. Selama proses itu, pemerintah dapat terus menyiapkan berbagai rumusan kebijakan ekonomi sesuai dengan standar “klub negara maju”, khususnya dalam sektor reformasi struktural.

Selaras dengan Hadianto, Dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Internasional Indonesia Faisal Karim menilai secara umum bahwa keanggotaan OECD memang dapat memberikan banyak manfaat bagi Indonesia.

Salah satunya yang paling berpengaruh adalah meningkatnya reputasi Indonesia secara global.

“Hal ini (keanggotaan OECD) akan memberikan persepsi bagus kepada para investor, masuk yang ke OECD itu memberikan persepsi bagus kepada investor. Terutama terkait dengan apakah ada risk investement bagi negara-negara tersebut,” tutur Faisal.

Kendati demikian, menurutnya pemerintah masih perlu mencermati serta mendiskusikan dengan matang berbagai persyaratan yang terangkum dalam peta jalan aksesi OECD nanti.

Pasalnya, beberapa persyaratan dan aturan tersebut kemungkinan akan berbenturan dengan kepentingan nasional atau sistem kebijakan Indonesia masih masih belum siap.

“Kembali lagi bahwa OECD adalah like-minded club yang memiliki kesamaan cara berpikir, apakah cara berpikir kita sudah sama,” pungkasnya.

Baca juga: Indef: RI perlu tingkatkan rantai nilai global sebelum gabung OECD
Baca juga: Pemerintah nilai aksesi OECD jadi katalis bagi kebijakan yang unggul

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2024