Penderita osteosarkoma paling banyak adalah laki-laki dibandingkan perempuan
Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis ortopedi dan traumatologi dari RS Hasan Sadikin Bandung, dr Herry Herman, mengatakan bahwa ada sejumlah faktor risiko terjadinya osteosarkoma pada remaja, yang pertama yaitu keturunan.
Herry dalam "Tumor Ganas Osteosarcoma, Sering Terjadi pada Remaja?" yang disiarkan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Kamis
menjelaskan bahwa osteosarkoma terjadi di masa pertumbuhan, dan disebabkan oleh pertumbuhan tulang-tulang di lutut di masa growth spurt (lonjakan pertumbuhan) yang kelewat cepat, hingga akhirnya terjadi kecelakaan.
"Jadi, dia turun-temurun memang kena dia. Contohnya pada orang-orang yang mutasi gen P53. Tidak terlalu teknikal. Contohnya yang paling jelas kalau lihat Angelina Jolie," kata Herry.
Dia mencontohkan, di mana seharusnya kecepatannya hanya 25 cm dalam waktu tiga hingga empat tahun, pertumbuhan remaja ini malah 50 cm dalam waktu yang sama, dan tidak dapat berhenti-henti. Hingga akhirnya ada tumor berupa tonjolan dari tulang.
Dokter itu menjelaskan bahwa pada kasus Angelina Jolie, aktris tersebut mengetahui bahwa dia memiliki mutasi yang menyebabkan darahnya berisiko menjadi karsinoma.
Karena itu, katanya, Angelina mencegahnya dengan cara mengangkat jaringannya sebelum karsinoma tersebut merambah ke dinding dada, kelenjar getah bening, dan paru-paru.
Faktor risiko lainnya, ujarnya, bersifat sporadis.
Dalam kasus yang bersifat sporadis, ujarnya, tidak ada alasan yang jelas, dan sangat tergantung pada nasib masing-masing orang.
Selain itu, kata dia, hal lainnya adalah usia, di mana orang yang sedang pubertas punya risiko lebih tinggi.
Herry juga mengatakan, penderita osteosarkoma paling banyak adalah laki-laki dibandingkan perempuan.
Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan perbedaan antara karsinoma dan sarkoma.
Penyebaran karsinoma, kata dia, melalui kelenjar getah bening, kemudian ke paru-paru. Sedangkan sarkoma, adalah langsung melalui darah, kemudian ke paru-paru.
Dia menilai, sarkoma lebih mematikan dibanding karsinoma.
Sebagai contoh, di Amerika Serikat, satu dari lima remaja yang didiagnosa mengidap osteosarkoma itu, ternyata penyakitnya sudah metastasis atau menyebar ke paru-paru. Sedangkan pada tahap post-op, empat dari lima mengalami metastasis.
Dokter itu menuturkan, Amerika Serikat berfokus pada penanganan secara kuratif.
Namun, ujarnya, dengan berkaca pada kasus di negara adidaya itu, Indonesia perlu menanamkan upaya-upaya promosi dan preventif, terutama deteksi dini, guna menangani itu.
Dia mengatakan, apabila anak remaja mengeluhkan nyeri pada satu sisi tulang lutut pada malam hari, perlu segera dibawa ke dokter, karena hal tersebut bisa jadi pertanda osteosarkoma.
Nyeri tersebut, ujarnya, muncul karena tumor tersebut tumbuh di dalam rongga tulang, dan menjelang tidur, endorfin yang berfungsi mengatasi nyeri secara natural tidak aktif.
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024