Jakarta, 4/10 (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia dan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melakukan kerja sama di bawah kerangka Kerjasama Selatan Selatan (South to South) dengan memberikan pelatihan dan lokakarya untuk nelayan dan pembudiaya ikan negara-negara Asia Pasifik. Lokakarya, selain dihadiri 150 peserta negara anggota FAO, juga terlibat pembicara dari industri rumput laut, industri pertanian, asosiasi rumput laut Indonesia dan luar negeri, perguruan tinggi dan kementerian terkait, khususnya Kementerian Kesejahteraan Rakyat. Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Sjarief Widjaja pada acara FAO Regional Workshop Seaweed Culture, Handling and Processing, di Jakarta (4/10).
Sjarief menjelaskan, lokakarya yang mengambil tema Pemberdayaan Perempuan dan Pengentasan Kemiskinan Melalui Rumput Laut (Women Empowerment and Poverty Alleviation Through Seaweed), bertujuan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan sektor kelautan dan perikanan, untuk membantu membentuk lingkungan ekonomi dan sosial di negara-negara peserta. Lebih dari itu, lokakarya juga, sangat penting bagi peserta untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, daya saing, dan pemikiran inovatif yang akan menentukan bagaimana sektor kelautan dan perikanan akan dikembangkan dan dikelola. “Kerjasama ini juga merupakan tindak lanjut penandatanganan Nota Kesepahaman kerjasama kelautan dan perikanan yang ditandatangani Menteri KKP dan Direktur Jenderal FAO selama kunjungan perdana ke Indonesia pada tanggal 27 Mei 2013,” jelasnya
Sjarief menambahkan, ada 4 program kerjasama selatan selatan yang telah, akan dan sedang dilaksanakan yaitu pelatihan budidaya laut. Pelatihan ini dihadiri 17 peserta dari 10 negara antara lain Bahrain, Kamboja, India, Indonesia, Iran, Myanmar, Oman, Saudi Arabia, Sri Lanka dan Thailand. Pelatihan telah diselenggarakan 25 Agustus - 8 September 2013 di Bali. Kedua, pelatihan Budidaya Air Tawar, dihadiri 16 peserta dari 11 negara yaitu Zambia, Namibia, Burkina Faso, Mali, Kamboja, Fiji, Myanmar, Bangladesh, Laos dan Indonesia. Pelatihan ini sedang berlangsung di Pusat Penelitian Budidaya Sukamandi 30 September hingga 13 Oktober 2013. Selanjutnya, Lokakarya Internasional Budidaya Rumput Laut. Pelatihan ini dihadiri 150 peserta dengan 19 pembicara terdiri 6 pembicara lokal dan 13 pembicara dari FAO, Filipina, Korea Selatan, Tanzania, Cina, Portugal, Italia, Perancis, Australia dan Jerman. “Terakhir, Lokakarya Pemantauan Tuna di Bali, 20-22 Oktober 2013. Peserta dan pembicara dari Vietnam, Myanmar, Malaysia, Philipina, Indonesia, dan juga ahli dari FAO dan Nasional Administrasi Kelautan dan Atmosfer – USA,” jelasnya.
Prospek Rumput Laut
Menurut Sjarief, rumput laut merupakan komoditas potensial Indonesia yang produksinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun lalu, Indonesia merupakan salah satu produsen rumput laut terbesar di dunia. Dengan fakta ini, di masa depan budidaya rumput laut dan industri pengolahan akan berkembang di pasar dan akibatnya akan menciptakan lapangan kerja, pendapatan dan ekonomi perbaikan bagi pelaku bisnis. “Dalam workshop ini kita menggarisbawahi pentingnya pemberdayaan perempuan dalam penyusunan rumput laut dari budidaya, pengolahan sampai pemasaran untuk membantu mencapai tujuan tersebut,” tandasnya.
Sjarief menegaskan, untuk mendukungnya, KKP telah menyiapkan rencana strategis, Program Industrialisasi Kelautan dan Perikanan. Program ini dilandasi prinsip ekonomi biru untuk membangun 4 pilar program pembangunan perikanan yaitu pro-poor, pro-job, pro-growth kelautan nasional dan pro-lingkungan. Melalui Industrialisasi kelautan dan perikanan diharapkan ada peningkatan nilai tambah produk kelautan dan perikanan yang diikuti dengan meningkatnya daya saing. Kedua, modernisasi antara produksi hulu dan hilir. Ketiga, terjadi penguatan wirausaha kelautan dan perikanan yang difokuskan pada komoditas utama serta terbentuknya distribusi sumber daya alam dengan manajemen terpadu. ”Selain itu, industrialisasi kelautan dan perikanan yang berbasis pada ekonomi biru akan menjaga kelestarian, dan pada akhirnya dapat mendorong transformasi sosial, karena mengubah cara masyarakat berpikir dan sikap karena karakteristik masyarakat industri modern,” jelasnya.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Anang Noegroho, Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2013