Pasukan keamanan datang terlambat
Paris (ANTARA News) - Massa membakar dua warga Eropa hingga tewas di sebuah pulau wisata Madagaskar karena diduga terlibat dalam kegiatan perdagangan organ tubuh, setelah sebelumnya mayat seorang anak ditemukan di sekitar pantai, kata petugas kepolisian.
Selain membakar dua warga Eropa, massa juga membunuh seorang pria lokal karena persoalan yang sama, demikian laporan Reuters.
Warga Eropa tersebut dikejar kemudian dibunuh oleh penduduk pulai Nosy Be, salah satu pulau wisata terkenal di perairan Samudera Hindia.
"Mereka (massa) mencurigai dua orang asing telah terlibat dalam penjualan organ tubuh," kata kepala kepolisian Madagaskar Desire Johnson Rakotonratsima.
"Ada kemungkinan salah satu warga asing tersebut mengakui perbuatannya di depan penduduk lokal setelah mereka menemukan mayat seorang anak," kata dia.
Orang ketiga yang dicurigai terlibat dalam jual beli organ tubuh, seorang warga Malagasi, juga terbunuh. "Ia dipancung," kata kepala keamanan Jenderal Andrianazary.
"Pasukan keamanan datang terlambat," katanya.
Menurut Kementerian Luar Negeri Prancis, satu dari dua warga Eropa yang dibunuh adalah warga negara Prancis.
Sementara pejabat Kementerian Dalam Negeri Prancis mengatakan, anak yang tewas itu ditemukan dalam kondisi organ tubuhnya telah hilang.
Kementerian Luar Negeri Prancis telah memperingatkan sekitar 700 warganya di Madagaskar untuk tidak keluar dari penginapannya selama berada di Madagaskar. Departemen tersebut juga meminta kepada mereka yang berencana untuk berlibur di wilayah itu untuk menunda perjalanan.
"Kami meminta kepada pihak yang berwenang di Malagasi untuk menjelaskan situasi di negaranya dengan jelas dan kami meminta mereka mengambil langkah yang diperlukan untuk meningkatkan keamanan bagi warga kami di sana, mengingat Nosy Be adalah tujuan wisata yang populer," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis.
Nosy Be adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara daratan utama Madagaskar. Pulau itu dikenal karena air lautnya yang berwarna pirus (biru kehijauan) dan pasir putih di sepanjang pantai.
Para pengamat mengatakan bahwa tindakan kriminal telah meningkat di Madagaskar sejak Presiden Andry Rajoelina mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada empat tahun yang lalu.
Tindakan tersebut membuat kondisi politik di Madagaskar tidak kondusif dan menyebabkan negara donor menghentikan bantuan. Akibatnya, belanja negara untuk kepentingan umum menjadi berkurang.
Hampir 80 persen keluarga di Madagaskar hidup di bawah garis kemiskinan, angka itu merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika, demikian laporan Reuters.
Penerjemah: GM N Lintang
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2013