Jakarta (ANTARA News) - Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur, panggilan akrab Abdurrahman Wahid, yang diberikan oleh Aliansi Jurnanlis Independen (AJI), Kamis, di Jakarta, menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu.
"Apakah penilaian tim juri hanya upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi (APP) sedangkan jejak langkah dia ketika menjadi presiden bertemu dengan terpidana Tommy Soeharto di Hotel Borobudur, kasus penggunaan dana non-budjeter Bulog sebesar Rp35 miliar, ancaman-ancaman Gus Dur pada DPR/MPR bila mencabut mandatnya sebagai presiden, dan sepak terjang di politik yakni di PKB yang senang memecat pengurus hanya karena perbedaan pendapat," kata seorang wartawan menanyakan kepada AJI dan dewan juri.
Sementara wartawan lain menanyakan hubungan perjuangan Gus Dur menentang RUU APP dengan kebebasan pers. "Saya pikir tidak ada hubungannya antara penentangan RUU APP dengan kebebasan pers," kata Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan Jakarta Post.
Tasrif Award adalah sebuah penghargaan bagi non-jurnalis yang berjuang bagi individu, kelompok atau organisasi di luar media yang memperjuangkan kebebasan berekspresi dan mendukung peran media sebagai lembaga kontrol sosial.
AJI telah memberikan Tasrif Award kepada Gus Dur dan Ketua Yayasan Jurnal Perempuan Gadis Arivia sebagai pejuang kebebasan pers tahun 2006.
Kedua orang tersebut dinilai oleh dewan juri mempunyai peranan besar dalam menentang RUU APP. Walaupun selain itu, kiprah kedua orang itu di bidang lain juga turut memberikan penilaian.
Pemimpin Redaksi Jakarta Post Endy Bayuni, mewakili dewan juri lainnya yakni budayawan Butet Kertaradjasa dan ketua Komisi Nasional Perempuan Kamala Chandra Kirana, mengatakan penilaian terhadap Gus Dur dan Gadis untuk berhak menerima Tasrif Award bukan hanya pada perjuangan mereka menentang RUU APP tetapi konsistensi mereka pada perjuangan berekspresi dan kebebasan pers.
"Kami menetapkan Gus Dur dan Gadis Arivia sebagai pemenang karena kagum atas semangat, visi dan komitmen yang mereka berikan dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi, persamaan hak, semangat keragaman dan demokrasi di Indonesia," kata Endy Bayuni.
Seperti tahun lalu, berarti dua tahun berturut-turut, Dewan Juri dan AJI pada tahun 2006 ini tidak memberikan Udin Award. Udin Award adalah penghargaan yang diberikan kepada jurnalis yang konsisten memperjuangkan kebebasan pers meskipun menghadapi berbagai macam tantangan, ancaman hingga kekerasan.
Pengumuman pemberian penghargaan Tasrif dan Udin Award ini diberikan berkaitan dengan peringatah HUT AJI ke-12 yang jatuh setiap tanggal 9 Agustus.
AJI lahir sebagai bentuk perlawanan atas tindakan otoriter dan sewenang-wenang pemerintahan Orde Baru dipimpin Soeharto pada kebebasan pers di Indonesia. Soeharto pada Agustus 1994 membredel tiga media massa yakni majalah Tempo dan Editor serta Tabloid Detik.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006