pasien diperhatikan posisi kepalanya, agar lebih rendah daripada kaki untuk menghindari gelembung nitrogen masuk ke otak

Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kedokteran kelautan, konsultan penyelaman dan hiperbarik RSUD Kepulauan Seribu dr. Soeprihadi Soedjono, Sp.KL, Subs Sp. P.H(K) menyarankan penyelam menyiapkan oksigen 100 persen sebelum beraktivitas untuk berjaga-jaga bila terjadi kasus dekompresi.

"Seandainya terjadi kasus dekompresi, yang jauh dari fasilitas hiperbarik (terapi dengan cara menghirup oksigen murni di dalam ruangan bertekanan tinggi), boleh menggunakan oksigen 100 persen untuk penanganan awal," kata dia melalui seminar daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Dekompresi merupakan gangguan kesehatan akibat gelembung nitrogen atau gas lain yang menyumbat pembuluh darah sehingga menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke jaringan organ dan umumnya karena penyelaman.

Soeprihadi menjelaskan penyakit dekompresi terbagi dua tipe ringan dan berat. Pada kasus tipe ringan, pasien mengalami gejala seperti nyeri di sendi-sendi dan otot.

"Ini akibat nitrogen yang terjebak. Kalau menyelam umumnya pernapasannya pakai udara biasa. Udara biasa oksigennya hanya 21 persen, sisanya nitrogen, itu dimasukkan ke dalam tabung skuba dengan tekanan sekitar 3,000 psi," jelas dia.

Sementara pada kasus berat, pasien sudah mengalami gangguan neurologis atau pada susunan saraf pusat.

Dia mengatakan pada pasien dekompresi dan berada jauh dari fasilitas kesehatan khususnya dengan hiperbarik oksigen, maka bisa diberikan oksigen 100.

Kemudian, selain memberikan oksigen 100 persen, Soeprihadi juga menyarankan pasien diperhatikan posisi kepalanya, agar lebih rendah daripada kaki untuk menghindari gelembung nitrogen masuk ke otak.

"Lalu, kalau punya anti-agregasi (antipenggumpalan) seperti aspirin, boleh diberikan, untuk mencegah agregasi trombosit," ujar dia.

Selanjutnya, saat pasien dibawa ke fasilitas hiperbarik, sebaiknya memperhitungkan moda transportasi dan rute. Apabila menggunakan helikopter, pastikan dulu tersedianya ruang hiperbarik portabel demi mengusahakan tekanan lingkungan di sekitar pasien stabil.

"Kalau kita bawa terbang tanpa hiperbarik portabel, maka begitu helikopter naik akan memperberat dekompresi. Kalau kita enggak punya hiperbarik portabel, helikopter boleh terbang sampai 300 meter, enggak boleh lebih," jelas Soeprihadi.

Sementara apabila memilih moda transportasi darat, maka sebaiknya berhati-hati agar tidak memilih rute pegunungan karena berisiko memperberat dekompresi pasien.
Baca juga: Dokter sebut ruang hiperbarik serupa dengan kabin pesawat
Baca juga: Ini kata dokter terkait hasil terapi oksigen hiperbarik
Baca juga: Kemenhub melayani vaksinasi haji dan terapi oksigen hiperbarik

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2024