Jakarta (ANTARA News) - Hingga saat ini, status kelima orang tersebut masih sebagai terperiksa, dan akan dilakukan pemeriksaan 1x24 jam terlebih dahulu, kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP, saat melakukan jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari.
Pernyataan itu bukan pernyataan kasus biasa, melainkan kasus mengagetkan bagi masyarakat pasalnya bukan apa-apa dari kelima orang yang tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, salah satunya Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) berinisial AM.
AM tertangkap tangan dari rumah dinasnya di Perumahan Widya Chandra bersama CHN dan CN, yang diduga tengah memberikan suap terkait dengan sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Barang buktinya berupa uang dolar Singapura yang nilainya antara Rp2 miliar sampai Rp3 miliar.
Penangkapan orang nomor satu ranah konstitusi itu terjadi pada Rabu (2/10) sekitar pukul 22.00 WIB.
KPK juga menangkap dua terperiksa lainnya di salah satu hotel di Jakarta Pusat, yakni inisial HB seorang kepala daerah dan DH dari pihak swasta.
Aksi tangkap tangan oleh KPK terhadap pejabat tinggi negara itu, merupakan yang keduakalinya setelah sebelumnya menangkap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dari kediamannya juga.
Saat ini publik menunggu hasil pemeriksaan dari penyidik KPK dalam waktu 1x24 jam, pernyataan baru apa yang akan disampaikan oleh komisi yang ditakuti oleh para koruptor tersebut.
"Tangkap tangan dilakukan di Widya Chandra, penyidik menyita uang dolar Singapura, perkiraan sementara, senilai dua hingga tiga miliar rupiah," ujar Johan.
Johan menjelaskan, uang senilai Rp3 miliar tersebut diduga merupakan pemberian CHN dan CN kepada AM yang diduga terkait sengketa pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Ia mengatakan, penyidik KPK menangkap tangan beberapa orang di komplek Widya Chandra pada pukul 22.00 WIB, dan menahan Ketua MK berinisial AM, serta anggota DPR berinisial CHN, dan seorang pengusaha berinisial CN.
Setelah penangkapan di wilayah Jakarta Selatan tersebut, kata Johan, penyidik KPK juga menangkap dua orang lainnya di sebuah hotel di wilayah Jakarta Pusat.
"KPK menahan dua orang dengan inisial HB dan DH yang merupakan pihak swasta," ujar Johan.
Ketua MK AM ditangkap KPK di komplek Widya Chandra bersama dengan CHN, dan CN, yang diduga tengah memberikan suap terkait dengan sengketa Pilkada di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Antara, lima orang yang ditangkap KPK pada Rabu malam (2/10) tersebut, dua orang di antaranya adalah wanita.
Johan juga menyebutkan bahwa operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi diduga terkait dengan sengketa pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah.
"Tangkap tangan KPK terkait sengketa pilkada di Kalimantan di kabupaten Gunung Mas," katanya.
"Penyidik juga menangkap tangan di satu hotel di Jakarta Pusat atas inisial HB seorang kepala daerah dan DH dari swasta," tambah Johan.
Bentuk majelis
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan akan segera membentuk Majelis Kehormatan untuk memeriksa kasus dugaan suap yang melibatkan Ketua MK Akil Mochtar.
"Kami menunggu perkembangan yang ada. Kami menghimpun informasi. Dan sambil menunggu perkembangan kami mengambil langkah membantu Majelis Kehormatan dalam rangka untuk memeriksa kasus ini (dugaan suap AM)," kata Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva bersama seluruh jajaran Hakim Konstitusi dalam konferensi pers di Gedung MK, Kamis dini hari.
Menurut Hamdan, Majelis Kehormatan yang dibentuk akan beranggotakan salah satu Hakim Konstitusi, salah satu pimpinan Komisi Yudisial, mantan pimpinan lembaga negara dan guru besar senior bidang hukum.
"Kami masih mencoba menghubungi orang-orang yang tepat masuk dalam Majelis Kehormatan. Majelis Kehormatan akan dibentuk dalam waktu dekat," ujar dia.
Majelis Kehormatan tidak akan mengganggu upaya penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK. Menurutnya Majelis Kehormatan hanya akan memeriksa dalam ranah etik hakim.
Hamdan menjelaskan putusan yang dikeluarkan Majelis Kehormatan dapat berupa bebas tanpa tuduhan, peringatan, peringatan keras, hingga diberhentikan dengan tidak hormat.
"Majelis Kehormatan tidak ada kaitan dengan proses hukum AM. AM sendiri belum dinonaktifkan, kami masih melihat perkembangan," ujarnya.
Hamdan Zoelva juga mengatakan kasus penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi terkait dugaan suap tidak akan mengganggu seluruh persidangan yang saat ini sedang ditangani lembaga tersebut.
"Saya ingin menyampaikan persidangan dan perkara di MK tetap berjalan. Hanya saja kami akan melakukan koordinasi waktu, namun persidangan tetap dilakukan sesuai hari yang telah dijadwalkan," kata Hamdan dalam konferensi pers di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis dini hari, didampingi seluruh jajaran Hakim Konstitusi.
Dari website MK disebutkan jika AM sebelum menjabat sebagai hakim konstitusi, pernah juga menjadi anggota DPR RI periode 1999-2004 dan 2004-2009, Wakil Ketua Komisi III DPR/MPR RI (bidang Hukum, perundang-undangan, HAM dan Keamanan) Periode 2004-2006.
Anggota Panitia Ad Hoc I MPR RI, Anggota Panitia Ad Hoc II MPR RI, Kuasa Hukum DPR RI untuk persidangan di Mahkamah Konstitusi, dan anggota Tim Kerja Sosialisasi Putusan MPR RI.
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013