Jakarta (ANTARA News) - Sekitar 67 persen publik Aceh merasa puas dengan kondisi perdamaian saat ini yang tercipta di daerah tersebut menjelang setahun Kesepakatan Helsinki (MoU Helsinki).
Hal tersebut terungkap dalam survei nasional dan Survei Aceh yang dilakukan lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dipublikasikan di Jakarta, Kamis.
"Menjelang setahun peringatan penandatanganan MoU Helsinki, publik semakin optimis akan masa depan perdamaian di Aceh. Sekitar 67 persen warga aceh puas dengan kondisi saat ini," kata direktur eksutif LSI, Denny JA.
Dalam survei yang dilakukan dengan metode "multistage random sampling" dengan responden awal 700 orang untuk survei nasional dan 440 orang untuk survei di Aceh tersebut juga terungkap bahwa menjelang setahun MoU Helsinki tersebut masih terdapat "kerikil" yang perlu diatasi segera.
Dari survei tersebut salah satu kerikil itu adalah sebanyak 81,2 persen publik nasional menginginkan GAM mengambil inisiatif membubarkan diri.
"Jauh lebih banyak publik nasional yang tidak bisa menerima jika tokoh GAM menang pilkada dibanding yang bisa menerima," katanya seraya menjelaskan publik yang bisa menerima itu sebesar 26,2 persen dan yang tidak bisa menerima sebesar 46,7 persen.
Survei yang dilakukan di Aceh pada tanggal 18 sampai 21 Juli 2006 menggunakan wawancara tatap muka dengan responden serta menggunakan kuesioner, menjangkau semua penduduk Aceh.
Marjin kesalahan hasil survei sebesar 4,8 persen.
Sementara untuk survei nasional pada issue yang sama dilakukan pada 8 Juli sampai 3 Agustus 2006 terhadap responden yang diambil dari 33 propinsi dengan 700 responden dengan margin kesalahan sekitar 3,8 persen.
Denny mengungkapkan MoU Helsinki bagi penduduk Aceh tidak hanya membawa perubahan rasa aman, tapi juga mengubah perasaan publik aceh terhadap Indonesia.
Berdasarkan survei, sebelum ditetapkannya MoU itu rasa bangga Aceh terhadap Indonesia masih rendah, sementara saat ini sebanyak 57,8 persen warga Aceh merasa sebagai warga Indonesia dan bahkan 53,3 persen bersedia berperang membela NKRI melawan negara lain.
Temuan lainnya adalah isu pemekaran propinsi di Aceh ternyata telah membelah penduduk setempat yang pro dan kontra.
"Publik yang inginkan Aceh tetap utuh seperti sekarang, atau Aceh yang dibelah menjadi tiga propinsi kurang lebih sama kuatnya," kata Denny.
Sementara itu di tempat yang sama anggota DPD asal Aceh, Malik Raden menegaskan bahwa MoU yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 di Helsinki bagi masyarat setempat ibarat mukjijat setelah mereka dicekam ketakutan selama puluhan tahun.
Ia juga mengkritik masih adanya kesalahpahaman orang-orang diluar Aceh yang masih mendikotomikan GAM dan bukan GAM.
"Masyarakat di Aceh melihat persoalan itu sudah selesai sehingga dikotomi semacam itu sudah tidak relevan lagi," katanya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006