"Kasus ini menunjukkan hukum sudah terbeli dan tidak ada lagi panutan di negeri ini," katanya kepada Antara di Jakarta, Kamis dini hari.
Dikatakan, MK sebagai lembaga tinggi negara yang diharapkan menjadi garda terdepan pengawal tertinggi konstitusi pun tidak bisa diharapkan lagi.
Ia menambahkan negeri ini seperti sudah tidak punya harapkan untuk menegakan hukum dan konstitusinya.
"Tiga tahun lalu pakar hukum tata negara Refli Harun pernah membongkar suap menyuap di MK. Saat itu banyak orang yg mencibirkan dan memaki Refly," katanya.
Selain itu, kata dia, adanya penangkapan itu menunjukkan bahwa mafia dan praktik mafia sudah masuk begitu jauh dalam kehidupan elit dan pejabat tinggi negara.
Terlepas dari hal itu, IPW tetap memberi apresiasi kepada para penyidik polri yang bekerja di KPK yang sudah berani dan bersikap profesional melakukan operasi tangkap tangan terhadap ketua MK.
Operasi tersebut menunjukkan sikap konsisten para penyidik polri di KPK dalam memberantas korupsi dan melakukan penegakan supremasi hukum.
"IPW berharap kasus ini menjadi tonggak bagi para penyidik polisi dan KPK untuk melakukan operasi tangkap tangan lagi di lembaga-lembaga tinggi negara agar ada efek jera bagi para pejabat yang hendak bermain-main dengan korupsi," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Ketua Mahkamah Konstitusi berinisial AM yang diduga menerima uang terkait sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.
"Penyidik menangkap tangan beberapa orang di kompleks Widya Chandra, dengan inisial AM, CHN, dan CN," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis dini hari.
Johan mengatakan, AM merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi, sementara CHN seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan CN seorang pengusaha. (*)
Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013