Bandung (ANTARA) -
Penjabat (Pj) Sekda Jabar Taufiq Budi Santoso mengungkapkan berdasarkan data Bank Dunia, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak itu, terbukti menyebabkan kerugian negara sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Ketika 2045 tiba, kerugian akibat stunting tak boleh dialami, sehingga menyebabkan mimpi Indonesia Emas tidak terealisasi," kata Taufiq dalam Rembug Stunting Jabar 2024 di Kota Bandung, Senin.
Karena itu, kata Taufiq, stunting menjadi fokus utama Pemprov Jabar dalam pembangunan sektor kesehatan, dengan saat ini, tengah diupayakan peningkatan kualitas data dan pendampingan keluarga.
"Selain itu perlu juga peningkatan pemantauan pertumbuhan sebagai bentuk deteksi dini sehingga masalah gizi dapat dicegah secepat mungkin. Tak kalah penting peran aktif semua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam mengawal perencanaan, hingga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan," ujarnya.
Di lokasi yang sama, Ketua Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Jabar, Iendra Sofyan, menuturkan bahwa terdapat sejumlah fokus intervensi terhadap penurunan stunting di Jabar, yang diupayakan selaras dengan pemerintah pusat.
Misalnya, lanjut dia, peningkatan akses dan kualitas layanan dasar seperti pemberian tablet tambah darah pada remaja perempuan, pemberian makanan tambahan dan imunisasi dasar lengkap pada balita, serta pemeriksaan ibu hamil dan janin, hingga suplementasi.
"Tak kalah penting, mengingatkan masyarakat untuk menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). Kemudian pencegahan diare dan kecacingan, hingga akses air bersih dan jamban sehat," ujar Iendra.
Kemudian, kata Iendra, yang menjadi fokus juga adalah penguatan ekonomi keluarga melalui jaminan sosial, pelatihan kerja, penyediaan lapangan kerja, termasuk mendorong akses permodalan, meningkatkan ketahanan pangan, diversifikasi pangan, hingga peningkatan produksi pemerataan distribusi biofortifikasi pangan.
"Aksi Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting adalah amanah Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi untuk memastikan pelaksanaannya di seluruh kabupaten dan kota," ucap dia.
Baca juga: Bapanas targetkan jangkau 175 desa B2SA pada 2024
Sementara itu, Deputi Bidang Advokasi Penggerakan dan Informasi (Adpin) BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso, menyebutkan pihaknya telah melaksanakan dan merencanakan berbagai program dalam percepatan penurunan stunting.
"Dari 514 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia, telah berkomitmen melaksanakan program penurunan stunting di wilayahnya. Karena stunting masih jadi tantangan serius baik di Jabar maupun di Indonesia. Mari bersama berkomitmen mewujudkan Jabar bebas stunting di Jabar. Semoga Rembug Stunting ini akan membawa hasil positif," ucap Sukaryo.
Adapun, Kepala Perwakilan BKKBN Jabar Fazar Supriadi Sentosa menyebut pihaknya senantiasa mengawal dukungan kebijakan anggaran terhadap upaya penurunan stunting agar lebih efektif, di mana mereka mendorong penguatan terhadap delapan aksi konvergensi penanggulangan stunting.
"Untuk mendukung Perpres, diperlukan penyediaan data keluarga berisiko stunting, pendampingan, pendampingan calon pengantin, surveilans keluarga stunting, audit, perencanaan penganggaran, pemantauan evaluasi dan pelaporan, hingga kunjungan korban, juga sejumlah aksi lainnya," tuturnya.
Berdasarkan data dari Pemprov Jabar, progres penurunan prevelensi stunting adalah pada 2021 berada di angka 24,5 persen, kemudian pada 2022 sebesar 20,2 persen, atau melampaui target RPJMD sebesar 21,2 persen.
Dengan kata lain, terjadi penurunan sebesar 4,3 persen dari 2021 ke 2022. Pada 2021 masih terdapat sebanyak empat kabupaten dan kota yang prevalensi stuntingnya di atas 30 persen.
Namun pada 2022 seluruh kabupaten dan kota sudah di bawah 30 persen, bahkan terdapat empat daerah telah mencapai target nasional, yakni di bawah 14 persen, di antaranya Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Karawang.
Baca juga: Kepala BKKBN ingatkan penanganan stunting tidak "over treatment"
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2024